Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bertekad Bantu Petani Jahe, Aidil Jatuh Bangun Kembangkan "Haliya"

Kompas.com - 12/09/2018, 11:41 WIB
Masriadi ,
Reni Susanti

Tim Redaksi

ACEH UTARA, KOMPAS.com – Pria berbadan mungil itu baru saja mengecek beberapa toko di Kota Lhokseumawe, Senin (10/9/2018).

Dia memeriksa antusias masyarakat terhadap produk Haliya, serbuk jahe yang diproduksinya. 

Nama Haliya, merujuk ke bahasa Aceh yang artinya jahe. Dua tahun lalu, Aidil merintis bisnisnya di Lhokseumawe. Baru setahun lalu, ia pindah ke Banda Aceh, Provinsi Aceh.

Ide membangun industri rumah tangga itu datang karena jahe yang melimpah di sejumlah desa di Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe. Harganya pun murah, bahkan hanya Rp 7.000 per kilogram. 

Baca juga: 4 Fakta di Balik Kasus Eko Tak Punya Jalan ke Rumah

“Artinya, petani tetap tak merasakan hikmahnya. Jahe kita bagus, kualitasnya impor. Tapi, dijual begitu saja, belum setengah jadi atau produk jadi. Sehingga murah sekali,” kata pria lulusan Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir itu.

Lelaki yang kerap memakai peci putih ini mengaku tak mudah menjalankan bisnis ini. Sebab, produk minuman buatannya harus bersaing dengan produk kemasan merk ternama di tanah air.

Namun, Aidil optimistis. Ia terus berjuang. Kini, dalam sebulan, ia memproduksi 600 bungkus Haliya berbagai ukuran dari 15-100 gram. Bisnisnya ini dibantu 2 karyawan.

“Jadi ada empat, saya dan istri, plus dua karyawan. Ini usaha kecil-kecilan. Terpenting, niat baiknya memajukan petani jahe di Aceh,” ungkapnya.

Produk itu, sambung lulusan Magister komunikasi Islam IAIN Malikussaleh itu, juga mengantongi sertifikasi halal dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) atau Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Baca juga: Tanggapan Wali Kota Bandung soal Akses Jalan Rumah Eko Tertutup Rumah Tetangga

 

Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh juga telah memberikan izin Produk Industri Rumah Tangga (PIRT).

Untuk bahan baku jahe, ia langsung membelinya dari petani dengan harga Rp 16.000 per kilogram. Harga ini terbilang cukup tinggi.

Karena dua tahun lalu saat ia memulai bisnisnya, harga jahe hanya Rp 8.000. Ia pun membutuhkan 50 kilogram jahe per bulan. 

“Pelan-pelan saya terus meningkatkan produksi seiring meningkatnya pesanan. Usaha rumahan begini perlu komitmen kita dan petani," ungkapnya.

"Saya ambil jahe langsung dari kebun petani, agar harganya bagus. Saya sendiri belum mampu menambah nilai jual mereka, namun setidaknya saya sudah berusaha,” sebut Aidil.

Untuk pemasaran, produk kemasan itu dijual ke seluruh Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Kini, ia mulai memasuki pasar Aceh keseluruhan. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com