Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rupiah Melemah, Perajin Tempe Harus Putar Otak

Kompas.com - 07/09/2018, 17:13 WIB
Hamzah Arfah,
Farid Assifa

Tim Redaksi

GRESIK, KOMPAS.com – Menguatnya nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap rupiah berimbas pada perajin tempe di Gresik.

Sebab harga kedelai yang menjadi bahan baku pembuatan tempe ikut naik lantaran merupakan salah satu komoditas impor.

Kondisi naiknya harga bahan baku membuat para perajin tempe di Desa Roomo, Kecamatan Manyar, Gresik, Jawa Timur, harus memutar otak agar usaha mereka tidak sampai gulun tikar.

“Harga kedelai terus naik di pasar, dari sebelumnya Rp 7,35 juta satu ton, kini sudah sekitar Rp 7,5 juta per ton. Jelas, jelas terasa sekali dampaknya bagi para perajin tempe seperti saya,” kata Sobirin (35), salah seorang perajin tempe di Desa Roomo, Jumat (7/9/2018).

“Apalagi sekarang pasar juga sedang sepi (penjualan tempe), nggak kayak sebelum-sebelumnya. Jadi pintar-pintarnya kita saja dalam menyiasati, sebab untuk menaikkan harga juga nggak mungkin, takut malah nggak laku,” sambungnya.

Sobirin menjelaskan, ia bersama para perajin tempe lain di Desa Roomo biasa patungan membeli kedelai impor di salah satu pasar di Surabaya.

Baca juga: Rupiah Melemah, Ukuran Tahu dan Tempe Pun Terpaksa Dikurangi

Ia mengaku lebih memilih kedelai impor daripada produk lokal karena kualitasnya lebih bagus dengan harga relatif murah. Tapi kini, akibat rupiah melemah, harga bahan baku naik.

“Untuk satu potong tempe, saya biasa jual seharga Rp 4.000 di pasar. Belum berani menaikkan harga, sebab pasar juga sepi. Paling-paling ukuran tempe yang saya buat tak seperti sebelumnya,” tutur Sobirin yang mengaku berasal dari Pekalongan, Jawa Tengah.

Ia mengaku mengurangi ukuran tempe dari awalnya panjang 30 centimeter dan lebar 5 centimeter dengan tebal 4 centimeter, menjadi panjang 28 centimeter dan lebar 4 centimeter dengan ketebalan tetap.

“Sementara (ukuran) seperti ini dulu, kalau berubah drastis khawatirnya calon pembeli juga enggan beli. Biar kita saja yang sedikit mengalah, ambil untung tak seperti biasanya, bisa dikatakan untung lebih sedikit,” jelasnya.

Selain kedelai, kata Sobirin, harga plastik untuk membungkus tempe pun ikut naik imbas dari lemahnya rupiah.

“Satu kantong plastik yang dulunya seharga Rp 35.000, sekarang sudah Rp 36.000. Semoga saja tidak ada kenaikan lagi,” harap Sobirin.

Baca juga: Rupiah Lemah, Produsen Tempe: Kalau Mau Belanja Kedelai Selalu Deg-degan...

Anas, pengusaha tempe lainnya berharap, melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tak berlangsung lama, sehingga mereka bisa berproduksi seperti sebelumnya.

“Mudah-mudahan rupiah bisa cepat kembali seperti sebelumnya, supaya jualan tempe ini juga tidak sampai naik harganya dan pasar kembali ramai (laris),” kata Anas.

Baik Sobirin maupun Anas mengaku dalam sehari mereka menghabiskan 500 kilogram kedelai 500 untuk produksi tempe.

Kompas TV Produsen tempe terpaksa memperkecil ukuran lantaran kedelai impor yang makin mahal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com