Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DQLab
Komunitas data scientist

Komunitas praktisi dan industri dalam program belajar data science oleh DQLab (dqlab.id).

Jalan Sunyi Pabrik Genteng Jatiwangi

Kompas.com - 04/09/2018, 14:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Rena A Asyari

CEROBONG-cerobong asap yang menjulang hingga menyentuh langit, kini membisu. Mereka adalah saksi tentang geliat usaha pabrik genteng di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, berpuluh-puluh tahun lalu.

Jatiwangi kini sedang berada di masa sulit. Kota yang terkenal karena produksi gentengnya yang memenuhi pasar Indonesia ini seolah harus menyerah pada modernitas.

Pagi hari sebelum matahari tampak sempurna, sekumpulan lelaki dewasa mengendarai motor tampak bergerombol di sepanjang jalan Bandung-Cirebon, tepatnya mulai dari daerah Kadipaten, Kasokandel, Jatiwangi, Palasah, hingga terus ke daerah Sumberjaya.

Mereka adalah suami yang mengantarkan istri atau anak perempuannya bekerja di pabrik-pabrik garmen, wafer, sepatu, tas, ataupun rokok. Tak sedikit pula pemuda yang mengantar adik perempuannya ke pabrik-pabrik itu.

Wajah-wajah perempuan muda berusia 20-30 tahun itu tampak gembira, apalagi ketika hari pembagian gaji tiba.

Rutinitas inilah yang akan kita temui setiap hari, hampir 10 tahun terakhir, sejak Majalengka dikukuhkan menjadi kawasan industri. Daerah ini telah menjadi surga para pencari kerja.

Kemilau genteng

Pada 1980-1990-an, genteng Jatiwangi sudah merambah pasar internasional. Eropa, Malaysia, dan Brunei Darussalam menjadi negara-negara tujuan pengiriman.

genteng Jatiwangi terbuat dari bahan baku tanah berkualitas tinggi. Kala itu, beberapa orang di Jatiwangi kaya raya berkat usaha genteng.

Ada 600-an jebor atau pabrik genteng yang berdiri pada waktu itu. Mulai dari Kadipaten hingga Sumberjaya, sejauh mata kita memandang akan terlihat tumpukan genteng-genteng yang ditawarkan di depan rumah warga.

Dari usaha genteng tersebut, Jatiwangi menjelma menjadi kota kecil yang kaya. Jangan dibayangkan desa kecil dengan banyak penduduknya bergubuk reyot.

Sebagian warga yang menjadi pengusaha genteng memiliki rumah-rumah besar dan mobil-mobil mewah di pekarangan rumahnya di Desa Burujul, Cicadas, Sukaraja, Jatiwangi, Loji.

Hari ini, semua memudar. genteng-genteng Jatiwangi yang dipajang sepanjang jalan berselimut debu karena terlalu lama menunggu pembeli. Rumah-rumah mewah menjadi lusuh.

Bahkan beberapa bangunan besar dan penting di Jatiwangi, seperti pasar modern, tidak lagi menggunakan genteng Jatiwangi.

Pelan tapi pasti, para pengusaha pabrik genteng menuju masa tutup usia. Sekarang hanya tersisa 150 jebor, itu pun nilai produksinya jauh menurun.

Menurut cerita warga, usaha genteng Jatiwangi bermula dari Haji Umar pada 1905. Ketika itu ia berinisiatif mengganti atap suraunya, yang semula terbuat dari ijuk, menjadi genteng dari tanah.

Sejak 1930-an, pemerintah Hindia Belanda menaruh perhatian khusus, mulai mengganti atap bangunan pemerintah dan perumahan pegawai pemerintah, dengan genteng tanah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com