Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Jaton dan Pesan Merawat Kearifan Lokal di Tengah Perubahan Zaman

Kompas.com - 02/09/2018, 12:19 WIB
Rosyid A Azhar ,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

Kompas TV Gempa yang mengguncang wilayah Lombok bermagnitudo 6,9 Minggu (19/8) malam, mengakibatkan tembok ambruk.

Dalam risetnya, Kinayati Djojosuroto, mengungkap bahasa Jaton yang masih menggunakan perpaduan kata Minahasa dan Jawa.

Ia menyontohkan  kalimat endonomi sego wia kure’ (ambil nasi di belanga), minemo lukuni lepo (sudah selesai membajak sawah), siwola jangan gudangan (buatkan sayur gudangan), endoni nendok wia ki petarangan wo tu godoken ela (Ambil telur di petarangan lalu rebuslah), kawengi Si Papa’ minee jumagong ki wale ne Mbok Gede (tadi malam Si Papa pergi jagongan di rumah kakak dari ibu/bapak).

Namun seiring perkembangan zaman, penggunaan istilah atau kata bahasa Jawa ini menjadi luruh, apalagi masyarakat Jaton yang berada di Kampung Jawa, Tondano juga menggunakan bahasa Tondano sebagaimana masyarakat sekitarnya. Sehingga kata dan istilah bahasa jawa mulai ditinggalkan.

Baca juga: Mengenal Jenang dan Tradisi Bakdo Ketupat Warga Jawa Tondano...

Penguasaan bahasa Jaton di Kampung Jawa, Tondano pada generasi terkini memang berbeda dengan beberapa generasi di atasnya. Hal ini alami, juga dialami banyak masyarakat lokal lainnya.

Namun diaspora orang Jaton di awal abad 20 di beberapa tempat di lengan utara Pulau Sulawesi seakan menjadi “tabungan”bahasa. Meski di tanah asal bahasa ini mulai lebur dengan bahasa Tondano, namun pada masyarakat Jaton di Desa Reksonegoro, Kabupaten Gorontalo masih tetap lestari.

Reksonegoro adalah desa yang dibangun dan didirikan oleh masyarakat Jaton asal Kampung Jawa di Tondano pada tahun 1925 saat sejumlah orang bermigrasi, menyusul kelompok Jaton lainnya yang sudah lebih dulu membentuk komunitas di Gorontalo, di Desa Yosonegoro tahun 1901, Desa Kaliyoso tahun 1915.

“Kami berusaha untuk melanjutkan tradisi yang diturunkan oleh leluhur kami, apa yang dinilai baik kami lestarikan,” kata Fadhila Djojosuroto, generasi ke-8 keturunan Kiyai Modjo, Jumat (31/8/2018).

Baca juga: Menikmati Ambeng dan Iwak Koko Saat Meludan Masyarakat Jawa Tondano

Petuah leluhur untuk menjaga persatuan, saling tolong, saling sayang dan memahami diri menjadi semangat yang terus diwariskan dari generasi ke generasi. Ini menjadi perekat persaudaraan sesama masyarakat Jaton maupun dengan suku lain.

“Di mana pun bumi dipijak di situ langit dijunjung. Yang utama adalah bagaimana berkontribusi kebaikan kepada sesama, di mana pun orang Jaton berada harus memberi manfaat kepada sekitarnya, seperti yang diajarkan para leluhur,” ujar Idris Mertosono.

Idris Mertosono menyebut istilah malo’loan (saling menjaga) dan magena-genangan (saling mengingatkan) menjadi inspirasi untuk berbuat baik di manapun.

Konsep hidup yang dianut masyarakat Jaton ini telah terbukti bisa diterapkan di berbagai tempat dan bisa memberi ruang bagi tumbuh kembangnya budaya Jaton.

Baca juga: Pelestarian Rumah Tradisional Jawa Tondano Terkendala Ketersediaan Kayu

Toko budaya dan juga Imam Masjid Reksonegoro, Muhammad  Wonopatih menegaskan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya, seperti ungkapan tua Minahasa, si tou timou tumou tou yang bermakna manusia lahir di dunia untuk memanusiakan manusia lainnya.

Kekayaan petuah yang menjadi kearifan lokal masyarakat Jaton ini terus dipertahankan dan dirawat sepanjang tahun, setiap tingkah laku harus disesuaikan dengan nilai tradisi yang diwarisinya. Seperti yang dilakukan setiap tahunnya, pergelaran Festival Seni Budaya Jawa tondano.

Melalui unjuk seni rodat, shalawat jowo, pidato bahasa jaton dan dames yang dipertandingkan menjadi pengulangan petuah-petuah leluhur setiap tahun dengan berganti tempat.

Selamat melaksanakan Fesbujaton!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com