Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkat Mie Kering Rumput Laut, Ibu-ibu di Sarawondori Papua Mampu Kuliahkan Anak

Kompas.com - 27/08/2018, 12:07 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

Kompas TV Tim Liputan Kompas TV mencari tahu bagaimana budidaya yang dilakukan dan juga proses pengolahan rumput laut menjadi dodol.

"Bukan hanya mie kering tapi juga stik rumput laut yang lebih tahan lama dibandingkan cendol dan puding,” jelasnya. Bahkan Ros permah melayani pembeli hingga Jayapura dan Jakarta.

Setelah mie kering rumput laut semakin dikenal, akhirnya beberapa toko menerima mie kering dan stik rumput laut buatan ibu-ibu Kampung Sarawondori karena peminatnya cukup banyak sebagai oleh-oleh khas dari Kepulauan Yapen.

Ros berhasil meyakinkan pemilik toko untuk menjual produksi olah mereka karena mie dan stik asal Sarawondori banyak yang mencari.

Saat ini, Ros dan kelompok Rawing Miorari setiap pekan memproduksi stik rumput laut sebanyak 3 kali dan sekali produksi menghasilkan paling sedikit 130 kemasan.

Sementara untuk mie kering rumput laut menyesuaikan dengan kondisi cuaca. Jika cuaca hujan maka mereka menghentikan produksi mie keringnya.

Baca juga: Tiap Pekan, Dua Ton Olahan Rumput Laut Dikirim ke Malaysia

“Kami ada oven untuk mengeringkan mie tapi hasilnya tidak sebagus mengeringkan dengan panas matahari. Kami menjaga kualitas. Tapi sebanyak apapun produksi mie saat ini selalu ada yang beli. Bahkan para pembeli langsung datang ke kampung kami,” jelas Ros.

Untuk stik rumput laut dijual Rp 12.000 rupiah per kemasan sedangkan mie rumput laut dijual Rp 20.000 untuk ukuran 400 gram. Ros juga memberikan pelatihan membuat makanan olahan dari rumput laut ke ibu-ibu di kampung lain yang beradi di Kabupaten Kepulauan Yapen.

Sarjana dari rumput laut

Isak Karubaba (42), nelayan di Kampung Sarawandori mengaku secara perekonomian sangat terbantu dengan kegiatan pembuatan olahan makanan rumput laut yang dilakukan oleh para ibu rumah tangga di kampungnya.

Isak Karobaba sendiri juga ikut menanam rumput laut jenis Ketomo yang dijadikan bahan utama stik dan mie kering rumput laut. Isak mengaku awalnya dia pernah panen rumput laut hingga 20 ton setiap panen namun sekarang turun sampai 5 ton sekali panen.

Satu kilo rumput laut basah dihargai Rp 3.000 sedangkan kering dihargai Rp 7.000. Sementara ibu-ibu kelompok berani membeli rumput laut kering di atas harga itu.

"Istri saya, Novalina Wahana juga ikut tergabung dalam kelompok tersebut dan sangat terasa sekali hasilnya. Mereka buatnya juga di rumah sini. Tidak jauh-jauh keluar rumah jadi bisa mengawasi anak-anak,” jelas bapak enam orang anak tersebut.

Isak sempat berhenti menanam rumput laut karena tidak ada pembelinya. Namun sejak lima tahun terakhir dia tetap menanam rumput laut walaupun tidak sebanyak dulu.

Baca juga: Kampung Bandeng, Kawasan Mengolah Sajian Bandeng ala Semarang...

Saat ini, dua anak Isak kuliah di luar kota, sementara adik-adiknya masih duduk di bangku sekolah SD, SMP dan SMA.

“Saya mau anak-anak saya menjadi anak pintar. Jadi sarjana semuanya. Untuk biaya kuliah dan sekolah dari pekerjaan saya sebagai nelayan dan ibunya yang ikut kelompok membuat mie dan stik. Kadang jika tidak melaut, saya juga membantu mereka menyiapkan bahan utama rumput laut. Saya tidak masalah walaupun laki-laki tapi membantu para ibu,” jelas Isak sambil tertawa.

Sementara itu Rosmina Karobaba (41), ketua kelompok Rawing Mairori mengaku jika dirinya sempat kuliah pada tahun 2010 dari hasilnya berjualan makanan olahan rumput laut.

Saat itu dia berpikir, sebagai single parent ingin menjadi pegawai negeri sehingga bisa memenuhi kebutuhan perekonomian keluarganya.

Ros lulus jadi sarjana pendidikan agama Kristen tahun 2014 namun dia memillih untuk menggeluti bisnis makanan tersebut karena hasilnya lumayan.

"Ilmu saya sebagai sarjana bisa saya tularkan ke anak-anak sekitar sini tanpa harus menjadi guru. Saya sudah menabung agar anak saya satu-satunya yang saat ini masih SMA bisa melanjutkan kuliah setinggi-tingginya. Saya ingin mematahkan pikiran bahwa orang sukses di Papua harus jadi pegawai. Tuhan penuh kasih telah memberikan berkah kepada kami dari rumput laut yang berasal dari kampung kami,” pungkasnya. 


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com