Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkat Mie Kering Rumput Laut, Ibu-ibu di Sarawondori Papua Mampu Kuliahkan Anak

Kompas.com - 27/08/2018, 12:07 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

“Karena kelompok, saya sempat minta anggota kelompok iuran Rp 25.000 untuk beli blender. Tapi tidak ada yang mau. Akhirnya saya gunakan uang sendiri untuk beli blender dan pinjam genset karena disini saat itu tidak ada listrik," cerita Ros. 

"Saya kerjakan sendiri semua. Waktu itu hanya buat puding dan cendol. Satu cetakan ada 15 potong, dan per potong saya jual Rp 1.000. Per hari saya bisa bawa puding tiga cetakan. Sementara ongkos naik kendaraan umum PP habis Rp 10.000. Masih ada untung walaupun sedikit,” jelasnya.

Saat itu, puding dan cendol buatan Ros sangat terkenal di Kota Serui hingga akhirnya pada tahun 2010, dia kembali diajak untuk mengikuti pengolahan rumput laut menjadi mie basah dan bakso.

Ros memilih berjualan karena pasca-bercerai dengan suaminya, Ros secara otomatis harus menjadi kepala rumah tangga untuk menghidupi anak semata wayangnya.

Selain itu dia juga mengajak ibu rumah tangga disekitarnya agar mereka mendapatkan uang tambahan untuk mencukupi kebutuhan sekolah anak-anak mereka.

Baca juga: Dokter Amalia dan Kisahnya Tentang Distrik Ninati, Boven Digoel, Papua

 

“Jika anggota kelompok, kebanyakan uangnya digunakan untuk sekolah anaknya, sedangkan kebutuhan sehari-hari bisa dari penghasilan para suami. Beda dengan saya yang harus mandiri seorang diri,” jelasnya.

Setelah kelompok pertama bentukannya gagal, Ros kemudian kembali membuat kelompok yang terdiri dari 10 ibu rumah tangga di Sarawondori setelah mendapatkan pelatihan baru pengolahan rumput laut.

Lalu, dari hasil pelatihan tersebut, setiap hari minggu, para ibu rumahtangga anggota kelompok menjual mie basah dan bakso rumput laut di tempat wisata Teluk Sarawondori. Namun mereka terkendala dengan cuaca.

Nona, salah satu anggota kelompok pernah bercerita jika suatu hari minggu hujan turun deras selama seharian, sehingga mie dan bakso mereka tidak laku sama sekali, padahal mereka sudah membuat makanan sebanyak 50 porsi.

Akhirnya Nona dan beberapa anggota kelompoknya menjajajakan mie dan bakso rumput laut mereka menggunakan perahu ke rumah-rumah untuk menutupi modal yang telah mereka keluarkan.

“Per porsi kami jual Rp 10.000. Hujan-hujan kami tawarkan ke rumah-rumah dengan menggunakan perahu. Ada yang langsung bayar ada juga yang hutang. Perjuangan sekali ,” kata Nona ambil menghela nafas berat. 

Baca juga: Kisah Febby, Anak Papua yang Bertemu dan Menerima KIP dari Jokowi

Setelah peristiwa tersebut, Ros memutar otak agar mereka tetap bisa berjualan mie rumput laut hingga akhirnya Ros memutuskan untuk membuat mie kering agar lebih awet.

Berminggu-minggu dia mencoba untuk membuat mie kering bersama anggota kelompoknya hingga akhirnya mereka berhasil menemukan komposisi yang pas untuk mie kering andalan mereka.

Selain itu mereka juga menciptakan snack rumput laut untuk oleh-oleh bagi pengunjung yang datang ke Kepualauan Yapen.

Gunakan teknologi untuk pemasaran

Masalah baru kemudian muncul karena Ros tidak tahu harus memasarkan mie buatan kelompoknya.

Dia kemudian menawarkan mie kering rumput laut ke toko-toko di kota Serui namun ditolak karena harganya lebih mahal dibandingkan mie instan.

Ros tidak habis akal, dia kemudian memfoto produk dan menjualnya secara online di media sosial miliknya.

“Saya belajar main Facebook. Saya foto dan unggah di Facebook. Tapi kendalanya tidak ada sinyal di kampung kami. Akhirnya setiap hari saya ke kota untuk upload foto dan memastikan apakah ada yang pesan mie rumput laut baik lewat inbox atau SMS," kata Ros. 

Baca juga: Asa Dusun Seriwe Menuju Wilayah yang Mandiri Energi dan Ekonomi

Pesan itu baru dibaca kalau ada sinyal. Dan ternyata ada yang pesan,. Dari situ Ros dan teman-temannya semakin semangat untuk membuat olahan rumput laut.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com