Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Mengapa Gempa Lombok Tak Ditetapkan sebagai Bencana Nasional?

Kompas.com - 21/08/2018, 17:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Wewenang penetapan status bencana ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008, yang menyatakan bahwa penentuan status keadaan darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan tingkatan bencana.

Untuk tingkat nasional, status itu ditetapkan oleh presiden, di tingkat provinsi oleh gubernur, dan tingkat kabupaten atau kota oleh bupati atau wali kota.

Menurut Undang-Undang Penanganan Bencana, standar penetapan status darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan skala bencana dengan jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi adan yang diberi tugas untuk menanggulangi bencana. Dalam hal ini bisa BNPB ataupun badan yang ditunjuk oleh presiden.

Penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah didasarkan pada lima variabel utama, yakni:
- jumlah korban
- kerugian harta benda
- kerusakan prasarana dan sarana
- cakupan luas wilayah yang terkena bencana
- dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan

Namun, variabel di atas tidak cukup operasional untuk memandu para pengambil keputusan dalam menentukan status bencana nasional.

Undang-Undang Penanganan Bencana menyadari kelemahan ini dengan mengatakan ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan status dan tingkatan bencana perlu diatur dengan peraturan presiden yang hingga kini belum diterbitkan.

Tradisi penetapan status bencana

Pola status bencana atau darurat skala nasional di berbagai negara di dunia berbeda-beda. Dari sisi penetapan, dilakukan secara ex-ante (ditetapkan sebelum ada korban) dan ex-post (ditetapkan setelah terjadi bencana).

Dari sisi ex-post, penetapan status darurat nasional ini terjadi setelah peristiwa pemicu, dalam konteks Lombok, gempa dengan magnitudo 7.

Dua prinsip utama dalam penetapan status ex-post ini terbagi atas dua model. Pertama, sebagai sebuah pernyataan pengambilalihan komando operasi dari pemerintah daerah dalam operasi kedaruratan maupun rekonstruksi pascabencana.

Secara objektif, kelima kriteria menurut Undang-Undang Penanganan Bencana di atas sering dipakai. Bencana-bencana yang ditetapkan sebagai bencana nasional bisa dilihat dalam konteks tsunami Aceh 2004 dan gempa Flores 1992.

Dampak bencana itu jauh melebihi kemampuan pemerintah daerah untuk mengelola kebutuhan respons darurat dan rekonstruksi. Untuk kedua bencana ini, pemerintah pusat juga mengambil komando operasi dan rekonstruksi.

Kedua, sebagai pernyataan legal atas mobilisasi aset nasional dalam mereduksi eskalasi kedaruratan. Dalam hal ini, manfaat penetapan status bencana nasional adalah agar pemerintah pusat mempunyai kemudahan akses, yang meliputi pengerahan sumber daya manusia, peralatan, logistik, percepatan imigrasi, cukai, dan karantina (bila diperlukan), perizinan, pengadaan barang dan jasa, pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan barang, fungsi penyelamatan dan komando lintas sektor dan lembaga.

Dari sisi ex-ante, status darurat ditetapkan sebelum ada korban jiwa maupun harta benda. Selain Amerika Serikat, kategori ini belum pernah dicoba di Indonesia maupun negara lainnya.

Tradisi ini dimulai ketika Presiden Barack Obama mendeklarasikan Hurricane Sandy sebagai darurat nasional, sebelum New York diterpa badai pasir tersebut.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com