"Ada lebih dari 12 titik emosi dalam tubuh yang bisa diketuk agar trauma dalam diri seseorang bisa keluar," katanya.
Terapi sendiri bisa dilakukan secara personal, hingga massal. Namun untuk terapi massal, dibutuhkan banyak tenaga terapis. Mereka yang telah mengikuti pelatihan, nantinya bisa melakukan terapi secara personal.
Baca juga: Tak Hanya Makanan, Korban Gempa Lombok Butuh Terpal untuk Bangun Tenda
"Biasanya saat diterapi reaksinya mulai dari menangis, hingga muntah, dan histeris. Ini luapan ketakutan mereka, tapi setelah itu tuntas. Trauma mereka berkurang dan emosi mereka jadi relatif stabil," tuturnya.
Setelah itu, menurut Yuli, para peserta terapi bisa melakukan self healing (terapi sendiri) dengan menggunakan teknik yang dilakukan saat ikut terapi massal.
Menurut Yuli, tantangan penanganan trauma pada korban gempa Lombok yang paling besar adalah hingga kini gempa masih terus terjadi.
Padahal, banyak korban belum benar-benar bisa keluar dari rasa traumanya.
Yuli memastikan, para korban mengalami trauma yang mendalam dan perlu penanganan psycological trauma yang baik. Agar, trauma yang ada tidak membekas dan membawa pengaruh negatif dalam kehidupan sehari-hari.
"Bukan hanya sekedar trauma healing nyanyi-nyanyi dan bermain, para korban perlu penanganan psikolog ahli," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.