Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Bapak Jangan Tinggalkan Saya, Saya Sakit, Temani Saya, Pak..."

Kompas.com - 19/08/2018, 11:19 WIB
Fitri Rachmawati,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

LOMBOK UTARA, KOMPAS.com - Korban meninggal dunia akibat gempa yang mengguncang Lombok 7 Skala Richter, dan susulan yang 6,2 Skala Richter, terus bertambah.

Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) NTB mencatat sampai hari ini, Minggu (19/8/2018), 483 orang meninggal dunia. Sebanyak 405 korban di antaranya adalah warga Lombok Utara.

Dari ratusan korban meninggal dunia itu, tercatat nama Eza Elina (6), bocah perempuan yang baru duduk di bangku Sekolah Dasar.

Mereka saat itu tengah mengungsi di Dusun Kendang Galuh, Desa Sigar Penjalin, Kecamatan Tanjung, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, karena rumahnya hancur diguncang gempa.

“Saya tak bisa lupa, dia sempat bilang, 'Bapak jangan tinggalkan saya liputan. Saya sakit, temani saya, Pak... Tetapi saya harus meliput kedatangan Presiden Jokowi ketika itu. Saya katakan padanya, 'sebentar saja Nak, langsung Bapak pulang setelah liputan'. Saya tak bisa lupa itu, baru kali itu dia melarang saya pergi liputan. Selama ini dia yang dorong saya agar pergi liputan,” ungkap Izhar atau Eja Ibrahim (30) dengan mata berkaca-kaca.

Baca juga: Lagi Makan Malam, Para Menteri Berhamburan Saat Gempa Guncang Lombok

Sabtu (18/8/2018), putri tercintanya baru saja selesai dimakamkan ketika sejumlah teman mengunjungi pria yang sehari-hari bertugas sebagai jurnalis televisi online lokal di Lombok Utara itu.

Izhar terlihat tegar, namun dia tak bisa menyembunyikan rasa kehilangannya yang dalam.

Eza adalah putri pertamanya yang periang pergi selama-lamanya saat gempa susulan bermagnitudo 6,2 menguncang wilayah Lombok Utara dan sekitarnya, 9 Agustus lalu.

Izhar bercerita, saat gempa bermagnitudo 7 mengguncang Lombok Utara beberapa hari sebelumnya, yaitu pada 5 Agustus, putrinya tetap tenang. Dia mengajak istrinya, Ernawati, dan anaknya mengungsi dan menetap di tenda pengungsian.

Saat gempa susulan kembali mengguncang Lombok Utara, istrinya panik lalu menarik Eza yang tengah tertidur pulas keluar tenda.

“Saya bawa dia lari. Saya tarik karena takut pohon jambu mete (di dekat tenda) jatuh menimpanya karena guncangan gempa sangat keras. Dia menolak, menangis terus, bahkan ndak mau makan apapun selama 4 hari. Dia kaget dan trauma berat,” tutur Ernawati (26).

Baca juga: Fakta Terbaru Gempa Lombok: Data Kerusakan Valid hingga Korban Meninggal

Karena tak mau makan, kondisi Eza lemas. Suhu badannya sangat tinggi lalu dibawa ke tenda kesehatan di Rumah Sakit Daerah Tanjung. Pihak medis lalu membawa Eza ke Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) NTB untuk mendapat perawatan serius karena tak sadarkan diri.

“Kata dokter, ada cairan di kepalanya karena tidak makan selama 4 hari. Saya ndak tahu dia kenapa, nafasnya lemah,” ungkap Ernawati sambil menunduk dalam.

Izhar mengatakan bahwa semua tim medis berusaha mengembalikan kesadaran putri tersayangnya. Nafas buatan diberikan, alat-alat dimasukkan ke tubuh mungilnya, namun Tuhan berkehendak lain.

“Dia sudah pergi, meskipun saya berharap denyut jantungnya kembali berdetak, namun semuanya sudah hilang. Dia meninggalkan kami,” kata Izhar.

Tim SAR Kembali Temukan Satu Korban Tertimbun Longsor di Lombok Utara, Rabu (15/8/2018).KOMPAS.com/ Dok. Humas Basarnas Kantor SAR Mataram Tim SAR Kembali Temukan Satu Korban Tertimbun Longsor di Lombok Utara, Rabu (15/8/2018).
Tambah tim medis

Eza adalah satu dari sejumlah korban meninggal dunia karena sakit di pengungsian meskipun telah mendapatkan perawatan medis di rumah sakit yang telah ditunjuk menangani korban gempa.

Berada di pengungsian dengan segala keterbatasan mulai dikhawatirkan pengungsi. Pengungsi juga mengeluhkan tim medis yang tak tersebar hingga di pos pengungsian.

Izhar dan Ernawati berusaha tabah meski sangat terpukul atas kepergian putri pertama mereka.

Meski berusaha menghibur diri dengan melihat keceriaan anak-anak lain di tenda pengungsian di Dusun Lendang Galuh, RT 2 Desa Sigar Penjalin, namun rasa kehilangan putri tercintanya membuat mereka hanya bisa terdiam.

“Dia (Eza) sempat menggambar, menuliskan cerita gambar di tenda ini. Saya masih simpan gambar-gambarnya,” kata Ernawati pelan dan dalam.

Rasa kehilangan yang dalam juga dirasakan Jumahir (60), sang kakek. Dia masih ingat cucu pertamanya mengalami trauma berat dan tidak mau makan di tenda pengungsian hingga akhirnya kritis dan meninggal dunia.

“Saya lihat dia kaget karena gempa ini terus tidak mau makan dan akhirnya dia meninggalkan kami selamanya,” katanya.

BPBD mencatat sebanyak 483 orang meninggal dunia dalam bencana gempa di Nusa Tenggara Barat. Sebanyak 405 orang di antaranya adalah warga Lombok Utara, 40 orang di Lombok Barat, 9 orang di Kota Mataram, 2 orang di Lombok Tengah dan 27 orang meninggal dunia di Lombok Timur.

Namun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB belum bisa merinci berapa jumlah korban gempa yang meninggal dunia di tenda pengungsian dan rumah sakit saat dirawat.

Warga di sejumlah titik pengungsian, termasuk di Dusun Lendang Galuh Singar Penjalin berharap, tim medis tersebar hingga ke pos pegungsian mereka karena lokasi pengungsian mereka terpencil.

Mereka berharap ada tim medis di setiap pos pengungsian yang jumlah pengungsinya banyak, seperti di Lendang Galauh yang diisi oleh 138 kepala keluarga atau hampir 500 jiwa yang mengungsi.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com