Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemarau, Ganjar Minta Warga Jateng Tak Konsumsi Nasi Aking

Kompas.com - 06/08/2018, 13:19 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin,
Farid Assifa

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta warganya tidak mengonsumsi nasi aking di tengah musim kemarau ini.

Nasi aking atau makanan yang diolah dari nasi bekas yang dibersihkan dan dikeringkan oleh sinar matahari dianjurkan tidak dimakan.

"Jangan makan nasi aking, itu (nasi) bekas. Silakan lapor ke saya kalau ditemukan kondisi seperti itu," kata Ganjar seusai mengisi kuliah umum di kampus Politeknik Negeri Semarang, Senin (6/8/2018).

Politisi PDI-P mengatakan, ketimbang memakan nasi aking akan lebih baik jika mengonsumsi makanan umbi-umbian yang tumbuh di sekitar rumah. Umbi-umbian juga punya kandungan karbohidrat yang cukup.

Baca juga: Masuk Puncak Kemarau, 33 Desa di Bima Dilanda Kekeringan

Selain itu, umbi-umbian juga merupakan bagian dari diversifikasi pangan yang digalakkan pemerintah selain beras.

"Kalau tidak ada beras, saya anjurkan makan tiwul, umbi-umbian dan itu diversifikasi pangan. Yang tidak boleh itu tidak makan, kalau sudah begitu tolong lapor ke saya," tambahnya.

Ganjar melanjutkan, pengolahan umbi-umbian juga saat ini terus berkembang hingga mempunyai sejumlah varian rasanya.

Oleh karenanya, variasi makanan pokok selain beras penting untuk dilakukan, tidak hanya di musim kemarau.

"Makan tiwul itu boleh, dan sehat. Tiwul sekarang enak," paparnya.

Baca juga: Memasuki Kemarau, 82 Desa di Grobogan Alami Krisis Air Bersih

Tiwul sendiri identik dengan hidangan warga di daerah tandus. Makanan tiwul dibuat dari ubi kayu digunakan sebagai cara masyarakat mempertahankan diri dari ancaman kelaparan ketika musim kemarau.

Salah satunya yang dialami warga di Dusun Wanarata, Desa Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas. Akibat kemarau, warga yang bermukim di daerah tandus kesulitan bahan pangan. Warga menyiasati dengan makan tiwul secara berselang-seling dengan nasi.

Kompas TV Petani terpaksa menggunakan air limbah buangan rumah tangga untuk mengairi lahan pertaniannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com