Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Kasus Kawin Kontrak, Polisi Diminta Bongkar Dugaan Pemalsuan Dokumen

Kompas.com - 01/08/2018, 14:10 WIB
Irwan Nugraha,
Farid Assifa

Tim Redaksi

PURWAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPD Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi meminta kepolisian membongkar sindikat pemalsuan dokumen keimigrasian.

Permintaan itu terkait dengan kasus kawin kontrak dengan korban 16 perempuan yang sebagian berasal dari Purwakarta, Jawa Barat.

Dedi mengatakan, pelaku diduga membawa korban kawin kontrak ke China dengan memalsukan dokumen keimigrasian. Dia menduga, para korban kawin kontrak dibuatkan data fiktif terkait administrasi kependudukan.

Sebab, berdasarkan pengakuan korban kepadanya bahwa identitas para wanita ini diduga dipalsukan.

"Ada perempuan yang masih berusia 16 tahun sudah punya paspor. Dia kan anak di bawah umur dan tak mungkin sudah mendapat KTP untuk membuat paspor. Terus ada perbedaan nama di KTP asli dengan dokumen keimigrasian," kata Dedi kepada Kompas.com di kediamannya di Purwakarta,Rabu (1/8/2018).

Termasuk dugaan fiktif pengantar perkawinan. Dedi menduga surat tersebut adalah hasil pemalsuan. Menurut Dedi, yang namanya pernikahan, pasti ada surat pengantar.

"Kawin kontrak apapun namanya, itu kan harus mendapat pengantar dari Kementerian Agama. Berarti ada yang membuat pengantar fiktif," kata Dedi.

Baca juga: Korban Kawin Kontrak di China: Tolong Kami Pak, Pulangkan Kami dengan Cepat

Sementara itu, orangtua MRD (16), salah satu korban, Nurhidayat (53), mengungkapkan kejadian pemalsuan tersebut. Dia merasa terkejut karena anaknya sudah berada di China dan mengaku sudah menikah.

Padahal, anak ketiganya itu belum memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Purwakarta. Sementara, untuk pengurusan paspor dibutuhkan setidaknya KTP dan KK yang dikeluarkan dinas terkait.

“Saya aneh terus terang saja. Mungkin dipalsukan atau apa gitu ya oleh pihak penjahat itu,” singkatnya.

Martabat perempuan

Dedi Mulyadi menyerukan kepada semua pihak agar menjunjung tinggi harkat dan martabat perempuan. Karena itu, hak-hak perempuan tidak bisa ditukar dengan iming-iming besar kawin kontrak.

“Tidak boleh dibuat rendah karena harkat dan martabat perempuan dan sesama manusia itu tinggi. Hanya diimingi mobil dan apartemen kok mau,” katanya heran.

Nilai-nilai ini menurut dia harus terus disuarakan melalui berbagai peringatan dan langkah konkret. Momen seperti Peringatan Hari Kartini dan Peringatan Hari Perempuan Sedunia harus melahirkan gerakan nyata.

“Saat menjadi Bupati saya memasukan pelajaran merendah dan menyulam ke dalam kurikulum. Ini belajar berumah tangga hakikatnya. Artinya, rumah tangga itu memerlukan kesabaran, gak bisa instan,” ucapnya.

Baca juga: Dedi Mulyadi ke Kemenlu, Minta Pemulangan Korban Kawin Kontrak di China

Ia menduga, perubahan poal perilaku perempuan saat ini karena terpengaruh oleh budaya konsumerisme di era digital. Ketika melihat orang lain yang hidup mewah di media sosial, orang menjadi terobsesi untuk menirunya. 

"Lalu diambil lah jalan pintas. Ya, salah satunya mencari calon suami yang kaya, padahal belum tentu bahagia," katanya.

Kompas TV Menurut tetangga, tersangka AW juga memiliki beberapa usaha di pulau Jawa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com