SOLO, KOMPAS.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa pada trimester pertama tahun 2018, kekerasan yang dialami anak di sekolah di Indonesia mencapai 72 persen.
Presiden RI Joko Widodo mengaku merasa prihatin atas maraknya kekerasan fisik atau seksual terhadap anak didik di Indonesia. Kekerasan dan eksploitasi anak di sekolah bisa dicegah dengan pembangunan karakter manusia.
"Memang pembangunan karakter bangsa, pembangunan karakter manusia, pembangunan sumber daya manusia menjadi hal yang sangat penting dalam menjaga itu," kata Jokowi setelah meninjau embung Desa Oelolot, Rote Ndao, NTT, pada 9 Januari 2018.
Presiden mengatakan, masalah anak merupakan tanggung jawab sejumlah elemen, mulai dari orangtua, sekolah, hingga masyarakat.
Berikut ini sejumlah catatan kasus kekerasan pada anak di sekolah di sejumlah daerah.
HDA, seorang siswi kelas XI di SMAN 1 Gondang, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, mengalami cedera syaraf tulang belakang setelah dihukum melakukan squat jump di sekolah.
Korban yang merupakan santriwati di Pondok pesantren Al-Ghoits di Desa Kedegan, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto, tersebut menerima hukuman melakukan squat jump sebanyak 120 kali saat mengikuti kegiatan di sekolahnya.
Dia dihukum karena terlambat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Unit Kegiatan Kerohanian Islam (UKKI).
Setelah menjalankan hukuman itu, HDA tidak bisa berjalan dan berpotensi mengalami kelumpuhan. Untuk menggerakkan kaki dan memiringkan badan, dia harus dibantu orang lain.
Baca selengkapnya:
Dihukum Squat Jump di Sekolah, Siswi SMA Cedera hingga Tak Bisa Bergerak
Siswi SMA Tak Bisa Bergerak karena Dihukum Squat Jump, Sang Ayah Pasrah
Sekolah Tak Tahu, Hukuman Squat Jump Disepakati Senior dan Junior di Grup WA
2. Duel antar-siswa di Cimahi