Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Udara Panas, Anak-anak Nyebur ke Sungai Cimahi meski Keruh dan Kotor

Kompas.com - 31/07/2018, 12:00 WIB
Budiyanto ,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

SUKABUMI, KOMPAS.com - Musim kemarau sudah berlangsung dalam beberapa pekan ini di Sukabumi, Jawa Barat. Suhu udara, ketika siang hari terasa semakin panas. Tempat-tempat yang teduh pun dicari untuk beristirahat sejenak.

Seperti Senin (30/7/2018) siang ini. Sejumlah anak warga Kampung Kamandoran, Desa Karangtengah, Kecamatan Cibadak memilih sungai untuk mendinginkan tubuh dari udara panas. Mereka asik bermain di aliran sungai Cimahi.

Selain anak-anak yang berasal dari Kampung Kamandoran, juga sejumlah anak dari kampung seberang sungai, dari Kampung Sekarwangi, Kelurahan Cibadak juga ikut berenang di aliran sungai yang berhulu di gunung Gede Pangrango itu.

Meskipun airnya keruh dan kotor sepertinya tidak menjadi halangan bagi anak-anak yang mayoritas masih duduk di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) itu.

Baca juga: Dipancing Pakai Bebek, Seekor Buaya Keluar dari Sungai Deli

Air sungai berwarna coklat muda yang begitu pekat ini selain karena debit air mulai surut pada musim kemarau ini, juga dampak pembuangan sampah atau limbah rumah tangga dan fasilitas komersial di sepanjang aliran sungai dari daerah hulu.

''Ya Pak, tadi baru pulang sekolah. Karena gerah, langsung saja ke sungai untuk berenang, dan memang sudah biasa Pak,'' aku Ardi Dwi Dita yang berusia 15 tahun saat berbincang dengan Kompas.com di pinggir sungai, Senin sore.

Selain Ardi yang berstatus pelajar kelas 3 SMP di Kecamatan Cibadak, ada sekitar tujuh anak lainnya berenang di sungai kotor dan keruh tersebut. Untuk menuju sungai, mereka harus menuruni jalanan tanah yang cukup jauh dari kampung halamannya.

Namun, bagi anak-anak di Kampung Kamandoran ini sudah terbiasa naik turun menuju ke sungai. Bahkan beberapa anak di antaranya sambil membawa kompan untuk mengambil air bersih yang ada di mata air di pinggiran sungai.

Baca juga: Hendak Selamatkan Temannya, Mahasiswa Unhas Tewas Terseret Arus Sungai

''Di kampung kami memang sekarang air sumur sudah banyak yang mengering. Sehingga harus mengambil air bersih untuk memasak dan minum dari mata air. Sumber mata airnya ada di sebelah sana,'' aku Ardi sambil menunjuk ke arah bawah rimbunan pohon bambu.

Selain anak-anak, kaum ibu dan bapaknya dari kedua kampung berbeda desa dan kelurahan ini juga banyak yang memanfaatkan aliran sungai Cimahi untuk keperluan mandi dan mencuci, baik pakaian maupun peralatan rumah tangga.

Namun, pada musim kemarau ini kegiatan sehari-hari mandi dan mencuci di aliran sungai Cimahi mulai dikurangi warga. Karena airnya kotor dan keruh selain sampah rumah tangga, fasilitas komersial juga diduga terpapar limbah pencucian pasir kuarsa yang sudah berlangsung lebih dua tahun.

''Kondisi kotor dan keruh ini sudah lebih dari dua tahun. Dan sangat terasa bila musim kemarau tiba,'' ungkap salah seorang warga Kampung Sekarwangi, Bubuh Mulyadi (30) saat berbincang dengan Kompas.com saat menunjukkan aliran sungai Cimahi.

Saat musim hujan, masyarakat tidak banyak mengeluh persoalan air. Karena sumur-sumur yang dimiliki warga masih banyak airnya. Meskipun ada juga warga yang memanfaatkan air sungai Cimahi pada saat musim hujan.

Baca juga: Tradisi Tubo, Saat Ribuan Warga dari Dua Desa Berebut Ikan di Sungai

Namun saat musim kemarau ini, air sumurnya banyak kering dan masyarakat pun mengeluhkan aliran sungai Cimahi yang kotor dan keruh. Aktifitas memanfaatkan sungai untuk mandi dan mencuci sudah berlangsung turun temurun.

Musim kemarau ini, warga memanfaatkan air sungai Cimahi hanya sekitar pukul 06:00 hingga 08:00 Wib. Karena lebih dari pukul 08:00 Wib airnya kembali semakin keruh dan pekat yang diduga berasal dari limbah pembuangan pencucian pasir kuarsa.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com