Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Yuliana, Juara Dunia yang Tekuni Pencak Silat karena Trauma Dikeroyok Kakak Kelas (2)

Kompas.com - 31/07/2018, 11:58 WIB
Fitri Rachmawati,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

Ditinggal pergi bapak

Kehidupan keluarganya di Dusun Trajon, Desa Montong Are, Kecamatan Kediri, Lombok Barat, hanya seadanya. Di rumah seluas 4x6 meter persegi, teras rumah langsung difungsikan menjadi dapur.

Namun Yuliana tak patah arang. Sebagai anak sulung, Yuliana harus tetap semangat. Dia pun memantapkan diri untuk tinggal di asrama PPLP.

“Dia juga satu angkatan dengan Zohri. Sama-sama masuknya di PPLP sama Zohri hanya nasibnya yang tidak seberuntung Zohri kalau kondisi kehidupannya sama. Mereka sama-sama anak yatim, ayahnya Yuli meninggal sejak usianya 3 tahun,” kata Salabi, Pelatih PPLP khusus pencak silat.

Yuli menuturkan, ayahnya, Sahdi (47), meninggal dalam kecelakaan saat mengojek. Ketika itu, usianya masih 3 tahun.

Untuk menghidupi dia dan adiknya, sang ibu, Sumaini (45), sehari-hari berjualan pelecing di depan rumah. Ibunya lalu menikah lagi dengan ayah tirinya saat ini, Suadi, dan memiliki dua orang adik dari pernikahan kedua ibunya.

“Saya beruntung masih memiliki ibu dan ayah lagi. Karena itu, saya terus berdoa terutama dalam kejuaraan pencak silat dunia, Junior 2018 di Songkhla, Thailand bulan April lalu," tuturnya.

“Saya berdoa dalam hati, ya Allah semoga saya juara agar bisa membiayai umrah ibu dan ayahnya. Saya baru buka sekarang setelah juara, tapi mungkin belum rezeki saya ya. Tetapi saya tak mengejar hadiah berlebih untuk berjuang bagi negeri ini, saya sangat bangga atas apa yang sudah Tuhan berikan,” ungkap Yuliana.

Yuli juga tak ingin yang dijalaninya selalu dengan niat mengejar materi. Dia ingin memberikan yang terbaik bagi negeri ini karena janji itulah yang tertanam dalam dada para atlet, apapun kondisi mereka.


Ingin kuliah fisioterapi

Kedua orangtua Yuliani pun tak banyak menuntut. Mereka mendukung apapun langkah Yuliana. Apalagi mereka mengaku hanya orang kecil dengan pekerjaan yang penghasilannya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

Namun kejuaraan pencak silat bukannya tidak berisiko. Yuliana sempat mengalami cedera di bagian kakinya dan menjalani terapi fisioterapi.

Proses ini membuatnya ingin melanjutkan pendidikan ke jurusan fisioterapi Poltekes Surakarta. Biaya juga menjadi pikirannya.

“Dia itu cerdas. Ndak mau hanya menjadi atlet biasa. Dia mau menjadi atlet yang bermanfaat bagi atlet lainnya, juga menjadi ahli fisioterapi karena bagi Yuli banyak atlet yang butuh penanganan cepat yang harus dilakukan oleh mereka yang memahami atlet,” kata Salabi.

Kalaupun ada bantuan beasiswa, siswa kelas 2 SMU ini akan sangat bahagia.

"Atlet harus mengejar pendidikan yang tinggi sebagai bekal masa depan," tutur Yuliana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com