Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Yuliana, Juara Dunia yang Tekuni Pencak Silat karena Trauma Dikeroyok Kakak Kelas (2)

Kompas.com - 31/07/2018, 11:58 WIB
Fitri Rachmawati,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

MATARAM, KOMPAS.com - Namanya Yuliana. Dia masih berusia 17 tahun dan duduk di kelas 2 SMA. Namun, prestasinya sudah mendunia.

Dia adalah juara dunia Pencak Silat Junior 2018 di Songkhla, Thailand, pada bulan April lalu.

Baca selengkapnya: Kisah Yuliana, Juara Dunia Pencak Silat yang Cuma Bawa Pulang Piala dan Medali (1)

Ketertarikan Yuliana menekuni olahraga pencak silat, bagi Yuliana, berawal dari trauma. Atlet asal Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), ini dulu kerap dikejar dan dikeroyok kakak kelasnya sewaktu masih duduk di tingkat sekolah dasar (SD).

“Saya berdoa waktu itu biar cepat masuk SMP dan ikut ekstrakurikuler sekolah yang ada silatnya, biar tidak diganggu lagi. Makanya saya ingin cepat cepat lulus SD,” tutur Yuliana.

Oleh karena itu, ketika Yuli bersekolah di SMP 2 Kuripan, Lombok Barat, dia langsung mengikuti ekskul Pencak Silat.

Namun dari keinginan hanya untuk membela diri, dia justriu akhirnya mengikuti sejumlah kejuaraan silat. Ini tak lepas dari dorongan guru yang pertama kali melatihnya yang bernama Pak Masahnun.

“Awalnya orangtua tidak tahu saya ikut silat, saya tidak beri tahu. Perjuangan Pak Masahnun yang mengantar dan menjemput ikut kejuaraan karena saya selama SMP pakai sepeda. Guru saya kasihan karena itu dia selalu menjemput dan mengantar jika ada kejuaraan silat,” katanya.

Baca juga: 7 Hadiah untuk Zohri, Sang Juara Dunia dari NTB

Kejuaraan pertamanya adalah Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (OS2N) tingkat Kabupaten, kemudian berlanjut ke tingkat provinsi pada tahun 2015. Yuliana meraih juara pertama.

Ketika itulah, dia mulai dilirik oleh pelatih Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) NTB yang berpusat di Lapangan Lawata, Kota Mataram, termasuk asrama para atlet juga di tempat itu.

Para guru di SMP 2 Kuripan awalnya tak mau melepas Yuli untuk digodok dan dilatih di PPLP dengan pelatih berpengalaman. Hingga akhirnya, mereka mengizinkan Yuli meninggalkan sekolah di kampungnya lalu hijrah ke Kota Mataram demi menggodok kemampuan bela dirinya.

Yuliana mengaku, tidak mudah baginya meninggalkan keluarga dan sekolah yang memberikan ruang belajar berharga baginya, terutama untuk belajar sportif bahwa bela diri bukan untuk ajang balas dendam pada kakak kelasnya di masa SD yang kerap mengganggunya.

Namun itu semua demi masa depan gemilang yang menantinya. Sejumlah kejuaraan tak mungkin bisa diikutinya tanpa melalui wadah yang tepat dan PPLP adalah tempat penggodokan yang paling baik baginya sementara ini.

“Saya akhirnya mengiyakan setelah dijelaskan panjang lebar apa itu PPLP. Saya awalnya tidak pernah dengar apa itu PPLP,” kata Yuli.

Bersambung ke halaman dua: Berjuang demi keluarga dan ingin kuliah fisioterapi

 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com