Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga yang Tergusur dari Lahan Bandara NYIA Sulit Diprediksi

Kompas.com - 27/07/2018, 18:35 WIB
Dani Julius Zebua,
Reni Susanti

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com - Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengakui kerumitan dalam menangani warga terdampak pembangunan Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA).

Rencana dan harapan pemerintah masih menemui jalan buntu.

Mulai dari soal ganti rugi yang belum juga diambil warga, penolakan warga pada rumah relokasi pasca penggusuran.

Bahkan memaksa diri tinggal di pengungsian berupa tenda maupun masjid dalam izin penetapan lokasi (IPL) bandara.

"Warga memang sulit diprediksi, tadinya hanya 20 rumah (untuk warga tergusur), kemudian tambah 5 untuk warga yang di luar dugaan. Ternyata meleset juga dan mereka kembali ke IPL," kata Sukoco, Asisten II Pemkab Kulon Progo, Jumat (27/7/208).

Baca juga: Warga Korban Penggusuran untuk Bandara Tolak Rumah Relokasi

Pemerintah kembali berpikir ulang menemukan formula paling tepat bagi warga. Pemerintah terjunkan Kesbangpol untuk menjaring informasi dan kebutuhan warga.

"Keinginan warga itu apa. Pemerintah itu harus apa. Pemerintah harus melindungi, tapi yang dilindungi tidak mau lantas mau bagaimana," katanya.

"Belum dirumuskan (jalan keluarnya), tergantung masukan dari Kesbang tentang kondisi warga kita seperti apa. Kita masih meminta laporan dari mereka," tambahnya.

Sukoco menjelaskan, tidak mungkin Pemkab berbenturan dengan pembangunan NYIA, terlebih bandara ini merupakan program strategis nasional.

Karenanya pemkab harus bisa menyelamatkan warganya dari upaya pengosongan lahan NYIA.

Solusi penempatan di rumah relokasi, rumah sewa, bahkan ternaknya pun mendapat kandang relokasi, dirasa jalan keluar terbaik sebagai upaya menyelamatkan warga.

"Kami mengamankan warga kita," imbuh Sukoco. 

Baca juga: Cerita Sumiyo Bertahan di Puing-puing Penggusuran...

Termasuk solusi memberikan dapur umum bagi warga yang bertahan hingga jaminan kesehatan sementara selama warga menyesuaikan diri di tempat baru.

"Tapi (dapur umum) lokasinya tidak di IPL, melainkan di rusunawa atau di rumah kontrakan. Kalau di IPL maka akan menimbulkan permasalahan baru," tuturnya.

Upaya pemerintah, sambung dia, sudah maksimal. Bahkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan, kalau penanganan pada warga terbilang baik dibanding pertentangan di banyak daerah lain yang jauh lebih kompleks.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com