Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Minta Kejagung Bawa 9 Kasus Masa Lalu ke Pengadilan

Kompas.com - 24/07/2018, 17:31 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin,
Farid Assifa

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) meminta Kejaksaan Agung menindaklanjuti laporan penyelidikan atas 9 kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Sembilan kasus atau temuan itu seluruhnya telah disampaikan ke Kejaksaan Agung.

Koordinator Sub Komisi Penegakan Hak Asasi Manusia Komnas HAM, Amirudin, mengatakan, laporan penyelidikan terhadap 9 berkas atau peristiwa di masa lalu telah selesai dilakukan. Berkas tersebut juga telah diserahkan ke Kejagung.

"Saat ini, pemerintah perlu menindaklanjuti ini segera, karena ini persoalan bangsa. Kami ajak supaya ada langkah maju ke depan, dan tidak terbebani masa lalu," kata Amirudin di sela diskusi di Unika Semarang, Selasa (24/7/2018).

Komisioner Komnas HAM ini mengatakan, pihak penyelidik telah melakukan penelitian mendalam dan melaporkan hasil temuan atas 9 kasus HAM di masa lalu. Sembilan kasus itu meliputi kasus di Talangsari, di Lampung, penembakan misterius, kasus Papua (2), kasus Aceh (2), dan kasus peristiwa 1965.

"Kami ajak Unika ikut menyelesaikan pelanggaran HAM itu. Hukum acara mengatakan kewenangan Komnas itu penyelidik, harus ditindaklanjuti penyidik, dalam hal ini Kejagung, maka diajak bersama untuk mengerjakan itu," tambahnya.

Baca juga: Polemik DKN dan Upaya Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu

Terkait lamanya penanganan perkara ini, Amirudin menilai itu hanya soal prosedural. Komnas HAM yakin bahwa persoalan masa lalu diselesaikan, maka generasi ke depan tidak akan terus dimintai pertanggungjawaban.

"Lambat itu soal pelaksanaan prosedur. Laporan ini berkasnya hukum, Jadi tindak lanjut ke langkah hukum. Hasilnya nanti seperti apa itu tergantung jaksa, dan itu tidak bisa hanya opini," tandasnya.

Aktivis Syarikat Indonesia, Saiful Huda, menambahkan, persoalan HAM masa lalu penting untuk diselesaikan jika negara ini mau disebut sebagai negara demokrasi.

Peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu harus diselesaikan agar generasi ke depan tidak terus ditagih atas kejadian di masa lalu.

"PR di masa lalu tidak hanya soal dampak politik, tapi budaya kekerasan politik, salah satu simpulnya peristiwa 1965," ujar Saiful.

Baca juga: Jaksa Agung: Penolak DKN Apa Mewakili Seluruh Korban Pelanggaran HAM?

"Momentum simposium 1965/1966 itu lompatan luar biasa. Tapi kami kecewa habis itu karena diem, ini (diskusi) inisiatif untuk tidak melupakan, dan mengingat kembali bahwa bangsa sehat agar punya niatan memperbaiki masa lalu," tambahnya.

Kompas TV Partai berkarya mengkritik PSI terkait video tentang presiden kedua RI, Soeharto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com