Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Tanah Digusur untuk Bandara, Sumiyo Bergulat dengan Petugas di Atap Rumah (2)

Kompas.com - 20/07/2018, 16:52 WIB
Dani Julius Zebua,
Farid Assifa

Tim Redaksi

Kompas TV Penggusuran rumah warga di lahan proyek New Yogyakarta International Airport, Kamis (19/7) sore kemarin berlangsung ricuh.

Penggusuran kembali berlanjut hari ini. Salah satu yang paling alot adalah rumah-rumah yang masuk Dusun Sidorejo, Desa Glagah, Temon. Warga melawan dengan beragam cara, termasuk Sumiyo.

Ada yang terus menghujat, ada pula yang terus melempar polisi dan Satpol PP dengan pasir. Ada juga yang berontak, bahkan melukai beberapa Satpol PP dengan cara menggigit.

Tidak ikhlas

Sumiyo mengaku rumah itu adalah peninggalan orang tuanya. Di rumah itu, tinggal 2 kepala keluarga, yakni Sumiyo dan salah seorang anaknya yang sudah berkeluarga.

Sebagai rumah peninggalan, ia berniat mempertahankan sebisanya.

"Intine niki griyo kulo, dibrukke ora iklas. Urip turun temurun kok dirampas. (Intinya ini rumah saya, dirobohkan tidak ikhlas. Hidup turun temurun kok dirampas)," kata Sumiyo tak lama setelah diturunkan petugas.

Sumiyo mengaku tidak akan menerima apapun tawaran pemerintah untuk menyerahkan tanah dan rumahnya menjadi lahan bandara. Karenanya, ia menilai pemerintah arogan dengan memaksa kehendak merobohkan rumah.

"Ini pembongkaran paksa. Sejak semula pilihannya hanya setuju atau menolak. (Bertahan) karena ini warisan orang tua," kata Sumiyo.

Sumiyo mengaku tersakiti untuk kesekian kali. Satu bulan lalu, ia mempertahankan lahan garapan cabai yang juga berada di tengah IPL.

"Cabai tinggal petik dipanen, malah disorok (digusur)," katanya.

Baca juga: Bandara New Yogyakarta International Airport, Warga Jangan Cuma Menonton

Sumiyo memastikan akan bertahan di situ. Ia akan mendirikan tenda, menitipkan barang-barang miliknya ke rumah tetangga, dan akan kembali bercocok tanam di lahannya. Ia tidak menerima solusi apapun dari pihak manapun, termasuk menerima ganti rugi.

"Kami akan berusaha bikin tenda. Ini hak dan tanah saya. Saya tak bersedia tinggal di situ (rumah relokasi)," katanya.

BERSAMBUNG: Silakan Dirobohkan, tetapi Pintu dan Jendela Jangan Dibawa (3)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com