Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumahnya Digusur untuk Bandara, Ponerah Bersumpah Tidak Ikhlas 7 Turunan (1)

Kompas.com - 19/07/2018, 20:34 WIB
Dani Julius Zebua,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com - Kericuhan mewarnai pembersihan lahan untuk pembangunan bandara New Yogyakarta Internasional Airport (NYIA) di Kecamatan Temon, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (19/7/2018).

Penggusuran yang berlangsung hari ini menyasar rumah-rumah yang ditinggal maupun yang masih dihuni warga penolak pembangunan bandara.

Warga pun melawan dengan beragam cara. Ada yang melawan saat dipaksa keluar rumah. Ada pula yang berusaha mempertahankan barang-barangnya.

Sebagian warga juga hanya bisa menghujat hingga nyaris berujung dengan bentrokan fisik.

"Iki omahku. Aku ora ridha. Ora ikhlas pitung turunan. Koe-koe wis ngerusak negoromu dewe. (Ini rumahku. Aku tidak ikhlas sampai tujuh turunan. Kalian sudah merusak negaramu sendiri)," kata Ponerah histeris setelah dipaksa keluar dari rumahnya, Kamis (19/7/2018) pagi.

Angkasa Pura I (Persero) dan PP melaksanakan pembersihan lahan ini sejak pukul 09.00 WIB hingga sore. Mereka menggerakkan banyak alat berat, terutama ekskavator.

Pembersihan lahan juga mendapat pengawalan ketat ratusan aparat gabungan TNI-Polri maupun Satuan Polisi Pamong Praja.

Mereka juga menyertakan puluhan relawan yang membantu memindahkan barang-barang milik warga yang tergusur ke rumah-rumah sewa di sekitaran NYIA.

Land clearing hari ini menyasar semua rumah warga yang masih berdiri di Izin Penetapan Lokasi NYIA. Warga penolak bandara masih bertahan di sana.

Baca juga: Bandara New Yogyakarta International Airport, Warga Jangan Cuma Menonton

 

AP I mengawali dengan membacakan putusan pengadilan atas pembebasan lahan warga untuk pembangunan NYIA. Mereka meminta warga meninggalkan rumah itu dan menerima tawaran pemerintah untuk tinggal di rumah yang sudah disediakan.

Setelah itu, mereka mendobrak rumah, mengangkut isinya dan memasukkannya ke truk, serta memaksa warga yang bertahan di situ untuk keluar. Bahkan petugas membopong warga yang menolak rumahnya digusur.

Warga terus melawan. Ponerah dan suaminya bahkan nyaris terlibat bentrok setelah mengancam dengan cairan berbau bensin.

Tapi perlawanan tidak berlangsung lama. Setelah pengosongan, rumah pun diambrukkan dengan ekskavator. Ponerah dan suaminya menyaksikan sendiri penggusuran itu.

"Pejuang tidak meneteskan air mata," kata Ponerah.

Hal serupa juga dialami warga lain. Rumah yang dihuni Wagirah dirobohkan menjelang tengah hari. Ia beserta anak dan suaminya sempat menolak perobohan itu.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com