Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah Diterima di SMK Negeri Pakai SKTM, Anak Ini Bingung Beli Seragam Sekolah

Kompas.com - 14/07/2018, 11:54 WIB
Slamet Priyatin,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KENDAL, KOMPAS.com - Selawati (15), warga Wonosari, Sukomulyo, Kaliwungu Selatan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, memang benar-benar anak orang tidak mampu.

Rumahnya kecil berukuran 5 X 9 meter dengan dindin terbuat dari papan dan berlantai tanah. Rumah yang sudah miring itu dibagi menjadi 3 bagian, yakni dua untuk kamar dan satu untuk dapur dan tempat mandi.

Tidak ada ruang tamu dan toilet. Kalau mau buang air besar harus di sungai. Jika ada tamu diterima di teras rumah.

Di teras rumah itu, memang ada kursi kayu yang telah reyot dan bangku dari bambu yang digunakan untuk duduk.

Selawati, anak pasangan Jumiati (42) dan Zaenal Abidin (45), ini adalah salah satu siswa baru di salah satu SMK Negri di Kendal, yang diterima karena menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).

Ia mengaku senang karena diterima di sekolah negeri. Tapi, kemudian ia sedih, karena orang tuanya tidak mampu membelikannya seragam sekolah.

“Bapak hanya punya uang 200.000 rupiah. Harga seragam semuanya sekitar 1.400.000 rupiah,” kata Selawati, Sabtu (14/7/2018).

Baca juga: Ridwan Kamil Bakal Telusuri Penggunaan SKTM Palsu dalam PPDB

Apa yang dikatakan oleh Selawati dibenarkan oleh ayahnya, Zaenal Abidin. Bapak beranak 3 ini mengaku bahwa dirinya tidak punya uang.

Uang dari hasil bekerja serabutan hanya cukup untuk makan. Bahkan seringkali kurang. Sementara istrinya bekerja sebagai tenaga pocokanmu saat musim panen.

“Seringkali, kami kesulitan beli makan untuk keluarga,” kata Zaenal.

Menurut Zaenal, sebenarnya ia berniat untuk tidak menyekolahkan anaknya karena tidak mempunyai biaya. Tapi anak nomor duanya itu tetap ngotot ingin tetap sekolah. Akhirnya, ia menggunakan SKTM supaya anaknya bisa melanjutkan sekolah ke SMK negeri.

“Ia tidak ingin seperti orang tuanya. Oleh sebab itu, dirinya tetap ingin sekolah supaya kelak bisa membantu orangtuanya,” ujar Zaenal.

Zaenal mengaku bahwa dirinya juga harus merawat anaknya yang paling besar, Hasan Bisri Mustofa (22), karena lumpuh dan hanya bisa rebahan di dipan yang terbuat dari papan. Kalau mau ke belakang, Hasan harus dibopong. Demikian juga jika ingin makan dan minum.

“Sejak usia 5 bulan, anak saya yang paling besar tidak bisa apa-apa. Penyebabnya sakit panas, hingga kemudian seperti sekarang ini,” akunya sedih.

Ia ingin, anaknya bisa menghirup udara segar di luar rumah. Tapi membutuhkan kursi roda. Sementara dirinya tidak mempunyai uang untuk membelikannya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com