Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Klaim 20.000 Pendukung Tak Masuk DPT, Saksi Paslon Petahana Lapor Bawaslu

Kompas.com - 11/07/2018, 11:07 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Farid Assifa

Tim Redaksi

TAMBOLAKA, KOMPAS.com - Dua orang saksi pasangan calon bupati petahana Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT), Markus Dairo Talu (MDT)-Gerson Tanggu Dendo (GTD), melapor ke Bawaslu NTT terkait adanya sejumlah pelanggaran dalam pilkada di wilayah tersebut.

Ratu Wula Talu dan Ananias Bulu, dua orang saksi pasangan calon petahana MDT-GTD, secara bergantian mengatakan, pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu, yakni adanya surat pernyataan lalai oleh ketua PPP Kecamatan Kodi bersama PPS dan KPPS.

"Kami sudah laporkan ke Bawaslu NTT, soal adanya surat pernyataan kelalain petugas PPPK. Kami juga menyerahkan sejumlah data pelanggaran beserta dokumen lengkap disertai dengan video," tegas Ratu kepada Kompas.com, Selasa (10/7/2018).

Menurut Ratu, pleno PPK di Kecamatan Kodi diwarnai dengan berbagai temuan pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif.

"Salah satu bukti yang kami punyai yakni surat pernyataan lalai oleh ketua PPK, Kecamatan Kodi bersama PPS dan KPPS. Pihak berwajib dalam hal ini Panwaslu dan Bawaslu harus segera menindak sesuai regulasi peraturan KPU," ucap Ratu.

Dalam surat pernyataan itu, lanjut Ratu, tertulis dua poin, yakni KPPS di TPS III Desa Wura Homba, Kecamatan Kodi, telah lalai dalam mengisi C KWK, untuk daftar pemilih tetap dalam penggunaan hak pilih.

"Kemudian pada poin kedua, KPPS telah lalai mendata pemilih C7 KWK, sehingga tidak sama dengan jumlah pengguna hak pilih C7 KWK 227 dan pengguna hak pilih 267," ungkap Ratu.

Baca juga: Saksi Paslon Petahana Tuntut PSU di 2 Kecamatan di Pilkada Sumba Barat Daya

Ananias Bulu melanjutkan, surat penyataan itu dibuat setelah pihaknya sebagai saksi meminta dengan tegas untuk memberlakukan pleno sesuai Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2018, mengenai tata cara dan mekanisme pleno perekapan.

Ananias menyebut, di Kecamatan Kodi Utara dan Kodi, diduga terjadi pelanggaran sistematis dan masif, karena perangkat pelaksana pemilu bersepakat untuk tidak mengikuti peraturan KPU Nomor 9 tahun 2018.

Ananias menduga, perangkat pemilu di dua kecamatan itu mengalami tekanan fisik dan verbal.

"Kami minta ke Bawaslu untuk diproses masalah ini hingga tuntas. Kami juga minta PPK, KPPS, dan Panwas Kecamatan untuk kembali meluruskan persoalan ini," tegasnya.

Menurut Ananias, sekitar 20.000 pendukung pasangan calon petahana yang tersebar merata di semua kecamatan tidak terakomodasi dalam daftar pemilih tetap (DPT)

Dianggap selesai

Terkait hal itu, Koordinator Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu NTT, Jemris Fointuna, mengatakan, pada waktu pleno terakhir di KPU NTT kemarin, masalah surat pernyataan itu tidak disinggung.

Itu artinya, lanjut Jemris, masalah itu sudah diselesaikan di tingkat bawah saat rekapitulasi di PPK dan KPU.

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com