Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Bupati Kebumen, Tim Sukses Pilkada Ditugaskan Pungut Upeti dari Rekanan

Kompas.com - 02/07/2018, 23:59 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Bupati Kebumen non aktif M Yahya Fuad didakwa menerima uang suap hingga Rp 12 miliar dari berbagai proyek infrastruktur di daerah tersebut.

Uang suap yang dipungut dari berbagai kontraktor ternyata melibatkan berbagai pihak lain, termasuk tim sukses pemenangan calon pada Pilbup 2015 lalu.

Salah satu tim sukses pemenangan M Yahya Fuad, yaitu Hojin Ansori, yang kemudian disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Senin (2/7/2018).

Hojin Ansori dalam kasus suap didakwa bersama-sama dengan Sekretaris Daerah Adi Pandoyo serta Yahya Fuad. Total perantara suap lewat Hojin mencapai Rp 6,1 miliar.

Jaksa KPK Fitroh Rocahyanto dan Joko Hermawan mengatakan, Bupati Yahya dalam melakukan upaya suap dilakukan dengan mengumpulkan tim pemenangannya saat Pilkada, salah satunya Hojin.

Hojin pula yang bertugas menarik upeti atau uang "ijon" dari para calon rekanan pelaksana proyek di daerah tersebut.

"Terdakwa laporkan ke Yahya, dan oleh Yahya diserahkan ke pihak lain sebesar sebesar Rp 2,03 miliar. Lalu Rp 400 juta diserahkan ke pihak lain," kata Fitroh, menguraikan surat dakwaan.

Jaksa mengatakan, setelah Yahya dilantik sebagai Bupati pada Februari 2016, Yahya menyerahkan pekerjaan proyek kepada salah satu perseroan pemberi uang ijon, PT Sarana Multi Usaha. Proyek tersebut bersumber dari pos Dana Alokasi Khusus (DAK) 2016 sebagaimana permintaan.

Namun pada Maret 2016, terjadi keributan dengan Khayub Lutfi, rekanan lain yang juga salah satu calon Bupati Kebumen. Untuk menjaga kondusifitas, Sekretaris Daerah Kebumen Adi Pandoyo atas sepengetahuan Yahya kemudian menginisiasi pertemuan dengan pengusaha.

"Pada Juni 2016, mereka bertemu di pendopo Bupati, dan Yahya minta agar disiapkan uang ijon," ujar Fitroh

"Rp 1,05 miliar diberikan agar mendapatkan proyek pembangunan perbaikan jalan. Lalu digabung dengan uang ijon, total Rp 1.65 miliar," tambah jaksa.

Setelah mendapat uang ijon, kata Jaksa, Yahya diduga memberikan proyek pembangunan yang diminta. Selain di pendopo Bupati Kebumen, pertemuan juga dilakukan di sebuah hotel mewah di Yogyakarta.

Dalam pertemuan itu dibahas bahwa Kebumen akan mendapat DAK dari Pemerintah pusat sebesar Rp 100 miliar. Lalu ditawarkan agar Khayub melaksanakan proyek, namun dengan uang ijon sebanyak 7 persen.

"Pada September 2016, terdakwa Hojin mempunyai Rp 1,06 miliar dari Khayub. Setelah terima lalu dilaporkan ke Yahya, dan olehnya diminta untuk disimpan," tambah jaksa.

Total uang suap Rp 6,1 miliar melalui Hojin Ansori sendiri didapat dari berbagai pihak, baik dari pribadi hingga perseroan terbuka (PT). Jaksa menduga itu sebagai upaya mendapat uang ijon demi mendapat sebuah proyek.

"Terdakwa bersalah sebagaimana Pasal 12 huruf a UU tindak pidana korupsi, atau kedua pasal 11 UU tindak pidana korupsi," pungkas Jaksa.

Sebelum Hojin, Bupati Yahya didakwa menerima suap hingga Rp 12 miliar dari berbagai proyek tak lama setelah menjabat sebagai bupati di daerah tersebut.

"Patut diduga bahwa uang suap ditujukan agar para kontraktor memperoleh pekerjaan dimana sumber dananya berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2016," kata Jaksa KPK Fitroh Rocahyanto, membacakan dakwaan.

Uang suap Rp 12 miliar diduga berasal dari berbagai proyek infrastruktur di dinas terkait pada tahun 2016. Uang suap berasal dari rekanan pelaksana pekerjaan atau kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek pemerintah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com