Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duduk di "Sendok" Ekskavator Hingga Naik Pohon Kelapa, Cara Warga Lawan Pembangunan Bandara Kulonprogo

Kompas.com - 28/06/2018, 20:20 WIB
Dani Julius Zebua,
Heru Margianto

Tim Redaksi


KULON PROGO, KOMPAS.com - Angkasa Pura I (Persero) dan Perusahaan PP Tbk kembali melanjutkan pembersihan lahan di sisi lain lokasi pembangunan Bandara Kulonprogo atau New Yogyakarta International Airport (NYIA), Kamis (28/6/2018).

Mereka mengerahkan bulldozer dan ekskavator untuk membersihkan lahan, termasuk membersihkan garapan tani warga yang berada di dalam areal izin penetapan lokasi (IPL).

Pembersihan lahan dikawal ketat oleh 500 aparat gabungan dari TNI-Polri maupun Satuan Polisi Pamong Praja. Sekalipun pembersihan berjalan lancar, namun warga tidak menyerah begitu saja.

Salah seorang warga bernama Wagirah mencoba menghalangi ekskavator yang sedang bekerja merobohkan pohon kelapa di pekarangan rumahnya.

Ia bahkan berani masuk ke bucket atau "sendok besi" ekskavator sehingga alat berat itu berhenti sesaat.

"Opo salah tanduranku. Iso leren po ora (apa salah tanamanku. Bisa berhenti tidak)," kata dia.

Perlawanan Wagirah tidak berlangsung lama. Sejumlah polisi wanita membawanya menjauh dari ekskavator yang melanjutkan kerjanya merobohkan pohon kelapa dan tanaman di sekitar rumah Wagirah.

"Siapa yang bisa sabar melihat tanaman dan rumah dirusak seperti itu," kata Wagirah.

Warga lain, di tempat berbeda juga melawan. Melihat bulldozer menggusur ratusan pohon cabainya yang sedang berbuah merah. Ia berguling di tanah hingga memeluk pohon-pohon cabainya sambil menangis.

Di tempat lain, seorang pria nekat menaiki pohon kelapa karena tidak mau lahan pertaniannya digusur. Ia tidak mau turun. Ia bertahan di sana.

Sementara, alat berat-alat berat di sekitarnya lalu lalang merobohkan satu-satu pohon kelapa dan menggusur tanaman palawija lain kecuali pohon kelapa yang dinaiki pria tersebut.

"Nek wani ambrukno kuwi (kalau berani tumbangkan itu). Bandara itu tidak akan ada," kata Sutrisno, warga lain yang terus menyaksikan penggusuran lahan.

"Rugi banyak (lahan tani ini). Modalnya besar," kata Sutrisno.

Sayem dan Miyo menangis menyaksikan cabai garapannya dibulldozer. AP I mengerahkan 9 alat berat, terdiri 6 bulldozer dan 3 excavator untuk membersihkan lahan yang berisi baik cabai, terong, sampai pohon kelapa di lokasi pembangunan Bandara NYIA, Kamis (28/6/2018).KOMPAS.COM/DANI J. Sayem dan Miyo menangis menyaksikan cabai garapannya dibulldozer. AP I mengerahkan 9 alat berat, terdiri 6 bulldozer dan 3 excavator untuk membersihkan lahan yang berisi baik cabai, terong, sampai pohon kelapa di lokasi pembangunan Bandara NYIA, Kamis (28/6/2018).

Pembangunan bandara sebenarnya dalam tahap pemadatan lahan. Manajer Proyek Pembangunan NYIA, R Sujiastono mengatakan, pemadatan telah berlangsung di 70 persen dari luas bandara. Kini, AP I dan PP kembali melanjutkan pematangan lahan di sisi lain.

Pemadatan lahan kini mendekat ke areal warga yang masih bertahan dan membangun lahan pertanian. Alat-alat berat membersihkan semua tanaman warga seperti pohon cabai, terong, hingga pohon kelapa. 

"PP melanjutkan pelaksanaan pekerjaannya. Tidak ada land clearing ya," kata Sujiastono.

Warga pemilik garapan tani pasrah menyaksikan garapannya digusur. Mereka hanya bisa menangis, marah, berteriak dan mengutuk. Tapi, beberapa di antaranya berupaya melawan meski cepat reda. 

Dua jam berselang, tumbuhan di sisi timur NYIA nyaris tidak ada lagi yang berdiri.

Kompas TV Warga yang menolak pembangunan bandara berusaha menghalau petugas dan alat berat dari lahan pertanian miliknya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com