Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemudik Serbu Oleh-oleh dan Makanan Tradisional di Gunung Kidul

Kompas.com - 18/06/2018, 13:18 WIB
Markus Yuwono,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Mudik saat Hari Raya Idul Fitri banyak dimanfaatkan warga untuk bersilaturahmi serta untuk berburu oleh-oleh dan makanan tradisional yang sulit ditemukan di Ibu Kota. Sejumlah toko oleh-oleh maupun warung makan tradisional di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, pun diserbu pemudik.

Salah satunya adalah pusat oleh-oleh di Desa Bandung, Kecamatan Playen. Toko yang menyediakan berbagai makanan tradisional seperti tiwul, hingga kue yang terbuat dari tepung mocaf atau tepung singkong sudah sejak beberapa hari terakhir dikunjungi banyak wisatawan.

"Kami sudah mempersiapkan sekitar 80 kilogram tepung mocaf yang dipersiapkan untuk membuat cake mocaf setiap harinya. Kalau habis tinggal pesan lagi kok," kata pemilik toko Sinori, Sidun Tri Endarto, di tokonya Senin (18/6/2018).

Baca juga: Magelang Butuh Pusat Oleh-oleh Lengkap dan Nyaman

Dia bekerja sama dengan Usaha Kecil Menengah (UKM) pembuat tepung mocaf di Gunungkidul. Tepung mokaf diolah bersama telur dan berbagai bahan campuran lainnya untuk menjadi kue.

"Kami membuat cake dari tepung mocaf, selain untuk bisnis, tentunya keprihatinan semakin sedikit masyarakat yang membuat mocaf. Awalnya dari 11 lokasi sekarang tinggal dua saja," ucapnya.

Untuk menekan harga, dalam upaya promosi, Sidun enggan memakai jasa biro wisata. Ia  hanya dengan menggunakan media sosial.

"Ada empat varian rasa yakni cake coral reef dalam kemasan kami representasi dengan foto pantai berkarang. Cake dark dalam kemasan kami pasang foto Goa Pindul karena roti ini gelap seperti saat kita masuk Gua Pindul. Sementara dua lainya Cake Green Forest mewakili wisata alam gunung dan hutan, dan cake violet sunset merefleksikan spot-spot sunset menarik. Untuk oleh-oleh bisa tahan 4 hari untuk suhu normal, dan di kulkas bisa 7 hari," ujar dia.

Yang banyak diburu wisatawan dan pemudik yakni cake mocaf dark coklat, hingga beraneka ragam keripik. Harga yang ditawarkan Rp 10.000 hingga Rp 35.000.

Jati, seorang wisatawan asal Karawang, Jawa Barat, menyatakan sengaja membeli oleh-oleh makanan tradisional seperti tiwul, keripik singkong, belalang goreng.

"Belum tahu rasanya, baru lihat di medsos kelihatannya menarik untuk oleh-oleh teman di kantor, dan tadi juga sudah beli tiwul juga," kata dia.

Warung Makan Tradisional

Mudik juga dimanfaatkan warga untuk bernostalgia dengan makanan lokal Gunungkidul, salah satunya bakmi jawa. Bakmi Pak Sanusi di Jalan Playen-Dlingo salah satu target para pemudik.

Rahmanto, penjual bakmi di tempat itu, mengatakan, setelah Hari Raya Idul Fitri warungnya banyak diserbu pembeli yang merupakan pemudik.

"Pagi bapak saya yang jualan, malamnya saya dan adik. Pas saya yang jaga ada kenaikan tiga kali lipat dibandingkan hari biasa," kata Rahmanto pada Minggu malam.

Warung bakmi itu memiliki kekhasan karena menggunakan minyak kelapa yang diolah sendiri. Per hari selama beberapa hari ini, pihaknya menghabiskan 10 ekor ayam kampung. Harga bakmi dibandrol antara Rp 15.000 hingga Rp 20.000 per porsi tergantung apakah pembeli mau menambah porsi ayam atau tidak.

Baca juga: 5 Tempat untuk Penikmat Makanan Tradisional di Ubud Bali

"Alhamdulilah lumayanlah keuntungannya bisa digunakan untuk biaya anak sekolah," kata Rahmanto.

Para pembeli menikmati bakmi rebus dan goreng di teras dan ruang tamu yang sehari-hari juga digunakan pemiliknya untuk bersilaturahmi.

Rumah makan ini masih memasak dengan menggunakan tungku arang.

Seorang pemudik asal Bekasi, Jawa Barat, Andi Endarto mengaku setiap mudik selalu menyempatkan diri makan di warung bakmi itu.

"Di sini bakminya rasanya berbeda dengan bakmi jawa yang lain. Kalau yang lain bakmi goreng cenderung manis, disini gurih dan rasa minyak kelapanya terasa," kata dia.

Selain bakmi, dia mengaku kangen makan sayur cabai (sayur lombok hijau) khas Gunungkidul, yang menjadi makanan sehari-hari masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com