Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Verrianto Madjowa
Penulis

Pengamat kelautan dan perikanan. Menulis buku tentang Kelautan dan Perikanan, Bunaken, Tambang (2001), Open Data Pemilu (2015), Pemilu Gorontalo (2015), dan sejarah Gorontalo.

Tumbilotohe dan Bayang-bayang Kemiskinan di Gorontalo

Kompas.com - 17/06/2018, 08:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

STASIUN televisi Kompas TV dan RTV menayangkan keunikan malam tumbilotohe (pasang lampu) di Gorontalo. Jutaan lampu tradisional ini dikreasi dengan berbagai corak.

Hasil kreasi tersebut juga diabadikan dengan menggunakan kamera drone (pesawat tanpa awak) seihngga semarak warna-warni dan pola lampu hias menjadi menarik untuk dilihat.

Tradisi tumbilotohe diperkirakan sudah ada sejak Islam dipeluk bangsa Gorontalo. Selain menyambut lailatul qadri, memasang lampu dengan obor di masa lalu bertujuan menerangi penduduk menuju masjid. Mereka ini akan melaksanakan ibadah tarawih dan tadarus.

Para pedagang yang menyiarkan Islam di Gorontalo memberi petunjuk cara melaksanakan ibadah di bulan Ramadhan. Kondisi pemukiman kala itu masih berjauhan dan dikelilingi pepohonan (oayua, hutan). Penyiar agama Islam meminta penduduk untuk memasang obor di jalan setapak menuju masjid.

Tohe tutu

Di masa lalu, damar atau getah kayu yang harum digunakan untuk menerangi jalan, lantas dilingkari dengan lidi dan disulut. Penerangan ini disebut tohe tutu.

Penerangan lain dengan menggunakan bahan baku dari buah pepaya bulat yang masih muda, kemudian dilubangi dan diberi kapas. Bahan bakarnya minyak kelapa.

Penduduk yang tinggal di pesisir lain lagi. Mereka menggunakan bahan baku atau wadah dari laut untuk membuat penerangan, yakni cangkang dari jenis kima atau bia (moluska). Wadah ini menggunakan bahan bakar minyak kelapa dicampur air.

Dekorasi tumbilo tohe terus mengalami perkembangan. Mulanya, hanya sebuah palang dan tiangnya yang dihiasi dengan polohungo (bunga dayoh), tabongo mela (bunga merah) dan moidu (hijau) serta lampu damar.

Pola dekorasi dan hiasan bertambah. Modelnya seperti gapura, yang ditempatkan di depan jalan masuk ke rumah.

Gapura ini terbuat dari bambu dengan bahan lainnya berupa janur, polohungo, tabongo mela (bunga merah), serta moidu (hijau), patodu (tebu), dan pisang. Bahan-bahan ini memiliki simbol atau perlambang.

Janur perlambang kebesaran adat, polohungo adalah hiasan yang disukai bidadari. Tabongo mela dan moidu sebagai penahan pantangan dari gangguan iblis dan syetan, serta niat jahat.

Adapun patodu melambangkan rezeki dan makanan kemakmuran. Pisang menjadi simbol rezeki. Tohe tutu sebagai penerang di jalan.

Selain lampu, masyarakat juga membuat alikusu (arkus) atau gapura adat. Alikusu mempunyai dua bentuk, satu atau dua tingkat, yang menandakan strata sosial seseorang.

Di dalam gapura adat yang menggunakan bahan bahan baku bambu, dihiasi dengan pisang, tebu, dan bunga.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com