Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Meugang Jelang Lebaran, Masa Peternak Sapi Aceh Bersuka Cita

Kompas.com - 12/06/2018, 13:43 WIB
Daspriani Y Zamzami,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

BANDA ACEH, KOMPAS.com – Zainuddin (70) peternak sapi asal Krueng Barona Jaya, Kabupaten Aceh Besar, dengan suka cita menggiring sapinya ke salah satu pasar ternak tradisional di wilayah itu. 

Dia berharap sapinya akan laku pada H-3 Lebaran ini. Sebab, memasuki dua hari sebelum Lebaran, masyarakat Aceh akan melakukan tradisi meugang atau memasak penganan dari daging sapi sebagai santapan utama di Hari Raya. 

Akibat tradisi tersebut, harga sapi di Aceh mengalami kenaikan 10-15 persen dari harga biasanya. Meski harga tinggi, hal ini tidak menyurutkan animo para peternak untuk menjual sapi-sapinya.

Di pasar hewan Cot Iri, Kabupaten Aceh Besar, terpantau kenaikan harga sapi di pasar ternak tradisional ini cukup signifikan.

Sapi yang dijual langsung oleh peternaknya dibanderol mulai dari harga Rp 10 juta hingga Rp 27 juta rupiah per ekor. Artinya ada kenailkan Rp 3 hingga Rp 5 juta rupiah per ekor.

Baca juga: Hari Meugang Sambut Idul Adha, Harga Daging Sapi Melonjak

“Cuma waktu seperti ini saja kami bisa ada untung sedikit jual sapi, harga tinggi ini tidak lama Cuma dua hari saja, tapi itu sudah sangat membahagiakan kami para peternak, meugang ini memang ditunggu selalu,” ujar Zainuddin kepada Kompas.com, Selasa (12/6/2018).

Menurut dia, meski harga sapi mengalami kenaikan namun minat pembeli ternak sapi untuk persiapan daging hari meugang terus meningkat. Tidak heran jika diprediksi harga daging sapi saat meugang tahun ini hingga bisa mencapai Rp 170.000 per kilogram.

Menurut Zainuddin, harga sapi Aceh kualitas super yang dijual dengan harga Rp 27 juta memiliki bobot daging seberat 190 kilogram, sementara sapi yang dijual peternak seharga Rp 10 juta memiliki bobot daging 30 kilogram.

“Kalau di Aceh warga lebih suka konsumsi sapi lokal, karena kualitas dagingnya lebih baik dan enak rasanya.” Kata Zainuddin.

Tradisi meugang

Tradisi makmeugang atau meugang, adalah tradisi turun temurun di Aceh yang dilakukan saat menyambut hari besar keagamaan, seperti Idul Fitri, Idul Adha dan saat menyambut puasa Ramadhan. Biasanya, tradisi ini berlangsung selama dua hari, sebelum tanggal 1 Syawal tiba.

Baca juga: Demi Rayakan Hari Meugang Sambut Ramadhan, Daging Mahal Tetap Dibeli

Ketua Majelis Adat Aceh (MAA), Badruzzaman Ismail, mengatakan, makmeugang pertama sekali diperingati pada abad ke-16 masehi. Saat itu, Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda. Istilah makmeugang saat itu sudah diatur dalam Qanun Meukuta Alam Al Asyi atau Undang-Undang Kerajaan.

Pada hari makmeugang, diriwayatkan Sultan Iskandar Muda memerintah perangkat desa untuk mendata warga miskin, dan kemudian membagi daging dalam jumlah banyak secara gratis untuk dinikmati warga bersama keluarga.

“Pembagian daging tersebut adalah wujud rasa syukur Sultan saat itu kepada rakyatnya, sehingga Sultan membagikan rasa bahagianya itu kepada rakyat, dan tradisi ini terus bertahan di kalangan masyarakat Aceh sampai saat ini, sebagai bentuk rasa syukur," kata Badruzzaman Ismail.

Makmeugang juga memiliki nilai religius. Masyarakat Aceh yang kental dengan keislamannya mempercayai bahwa hari meugang diperingati di hari suci dan sebagai bentuk rasa syukur terhadap Tuhan yang memberikan rezeki.

Baca juga: Hari Meugang, Harga Daging Capai Rp 180.000 di Aceh Barat

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com