Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Main Sepak Bola Api Saat Ramadhan, Ikhtiar Mengelola Api di Dalam Jiwa

Kompas.com - 08/06/2018, 13:38 WIB
Markus Yuwono,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Ada satu tradisi unik dalam rangka bulan Ramadhan yang kerap dilakukan di Pesantren Al Mumtaz, Patuk, Gunungkidul, Yogyakarta.

Namanya bermain sepak bola api.

Aktivitas ini tak hanya soal keseruan bermain sepak bola, tetapi para santri juga diharapkan bisa belajar mengelola api di dalam diri masing-masing.

Sebelum bermain, puluhan santri biasanya dikumpulkan di aula pesantren untuk menerima penjelasan tentang sepak bola api oleh Pengasuh Pondok Pesantren Al Mumtaz, Mohamad Khoeron Marzuki. Di sana, santri sudah dibagi menjadi beberapa tim.

Baca juga: Tradisi Unik Ngabuburit di Madiun, Nonton Kereta Lewat

Setelah itu, mereka diajak untuk menuju ke lapangan yang sudah dipersiapkan di parkiran pesantren.

Parkiran itu disulap menjadi lapangan sepak bola mini berukuran 4x6 meter yang diberikan garis pinggir dari gamping. Ukuran gawang pun hanya kecil selebar 1 meter.

Tak ada ritual khusus sebelum bermain. Mereka hanya diajak berdoa oleh para pengasuh pesantren sambil diberi tahu cara menendang bola yang berasal dari kelapa utuh yang sudah diberikan ramuan khusus agar api tak mudah padam.

Beberapa kelapa utuh sudah dipersiapkan di tiga ember besar yang diletakkan di tengah lapangan. Ratusan santri lainnya antusias menunggu di pinggir lapangan meski dingin menusuk tulang.

Ada dua orang hakim garis dan seorang wasit yang memimpin jalannya pertandingan. Mereka bermain selama 15 menit. Jika tidak ada pemenang, permainan akan diperpanjang.

Baca juga: 5 Tradisi Unik Ramadhan di Nusantara

Untuk peserta tingkat Madrasah Ibtidaiyah atau setingkat Sekolah Dasar, masing-masing tim terdiri dari 7 orang. Tingkat SMP atau madrasah tsanawiyah masing-masing tim 5 orang. Tak hanya santri laki-laki, namun juga santri wanita ikut serta, mereka terbagi 9 orang untuk setiap timnya.

Keseruan saat bermain sepak bola api, dipinggir lapangan ratusan santri berteriak mendukung tim andalan mereka. Sebagian pemain yang usianya masih belasan terlihat antusias tanpa takut kakinya terkena api.

"Tidak takut hanya pas awal deg-degan dan setelah mencoba ternyata tidak panas,"kata Syaifullah Raihan Zafar, siswa kelas 5 MI, kepada Kompas.com, Kamis (7/6/2018) malam.

Siti Fatimah, salah seorang santriwati, mengungkapkan serunya bermain bola api. Meski baru pertama kali bermain, dia tidak takut.

"Seru, melatih kekompakan sesama santri," imbuh dia.

Baca juga: Tumbilotohe, Tradisi Tua Gorontalo Menyambut Idul Fitri

Pengasuh Pondok Pesantren Al Mumtaz Mohamad Khoeron Marzuki mengatakan, kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan bulan Ramadan di pondok pesantren. Sepak bola api diharapkan bisa membantu para santri mengelola rasa takut yang ada dalam diri sendiri.

"Sepak bola api ini bagian dari riadon santri. Bagaimana kita bisa mengelola api, baik dari luar yang kita lihat, tetapi sebenarnya jauh lebih dalam, api yang di dalam diri kita sendiri yang dikelola agar kita ini bisa seimbang dengan alam," ucapnya.

Mengelola api dalam diri ini tentu saja terkait dengan kehidupan sehari-hari.

"Anak punya keyakinan diri bahwa semua yang diciptakan Allah, sekali pun api, ada manfaatnya jika kita mampu mengelolanya. Keyakinan itu penting, keyakinan diri kita mampu, kita bisa," katanya.

Salah seorang penonton dari Kota Wonosari, Yusuf Aditya, mengaku salut dengan para santri yang tidak memiliki rasa takut saat bermain sepak bola api. Padahal selain api, bola yang digunakan kelapa dan cenderung keras.

"Bagus dan seru ternyata. Saya baru pertama kali nonton," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com