Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tumbilotohe, Tradisi Tua Gorontalo Menyambut Idul Fitri

Kompas.com - 08/06/2018, 13:27 WIB
Rosyid A Azhar ,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

 

Masa masa awal Islam di Gorontalo, kondisi alam yang berawa-rawa dan gelap gulita menyulitkan masyarakat membagi zakat usai salat tarawih. Untuk membantu pendistribusian ini warga kemudian memasang tohetutu di sekitar rumah mereka.

Pendapat lain dikemukakan oleh AW Lihu, seorang baate (pemangku adat) dari Limboto yang bergelar Baate lo Limutu lo Loopo. Tumbilotohe berawal dari kebiasaan raja yang mengumpulkan para kepala daerah bawahannya untuk membicarakan urusan menjelang Idul Fitri.

“Para wulea lo lipu (kepala wilayah) dan taudaa (kepala kampung) datang ke istana pada malam hari, mereka membawa lampu penerangan. Saat tiba di istana raja, lampu-lampu tersebut diletakkan di depan sehingga membentuk rangkaian lampu yang menarik,” kata AW Lihu.

AW Lihu yang juga maestro tradisi lisan Indonesia ini menceritakan, lampu pada waktu itu berupa wango-wango yang menyala dari pembakaran damar.

Baca juga: 5 Tradisi Unik Ramadhan di Nusantara

Seiring perkembangan zaman, minyak tanah kemudian dapat diperolah dengan mudah. Masyarakat Gorontalo kemudian memilih lampu tumbilotohe berbahan bakar minyak. Lampu lebih terang, praktis, bahan bakar pun mudah didapat.

Di Era minyak tanah inilah kemudian tumbilotohe menjadi meriah dengan gemerlap lampu. Pedesaan yang senyap terasa hidup saat lampu tumbilotohe banyak dipasang. Suasana meriah semakin terasa.

Kemudahan membuat lampu botol berbahan minyak tanah ini kemudian menenggelamkan tohetutu, lampu tradisional ini kemedian dilupakan orang. Hanya warga yang tidak bisa membeli minyak tanah yang masih mempertahankan tohetutu dengan mencari getah di hutan.

Di tengah semaraknya nyala lampu botol ini, tohetutu masih bisa dinikmati keharuman dan warna khas nyala apinya. Tohetutu tetap bisa dinikmati meskipun semakin hari nyalanya makin redup.

Semarak lampu botol telah mengalahkan nyala getah pohon. Wango-wango hanya muncul di tempat tertentu, keharumannya belum tergantikan dengan jutaan nyala lampu minyak tanah.

Setiap keluarga Gorontalo menyalakan lampu botol di depan rumahnya, bahkan ada yang menempatkan di kebun dan pagar pinggir jalan. Kelap-kelip sinar lampu diterpa angin menambah keelokan malam akhir Ramadan.

Jutaan warga Gorontalo dengan suka rela memasang lampu-lampu ini untuk menyambut datangnya Idul Fitri. Ini juga tanda kegembiraan warga telah menuntaskan puasa Ramadan.

“Pesona jutaan lampu minyak ini hanya ada di Gorontalo, silakan datang untuk menyaksikan Tumbilotohe,” kata Nancy Lahay, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Gorontalo.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com