Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pramoedya Ananta Toer Sempat Lupa pada Adik Sendiri setelah 13 Tahun Dipenjara (4)

Kompas.com - 06/06/2018, 08:24 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

BLORA, KOMPAS.comSoesilo Toer (81), pria sepuh yang sehari-hari memulung di sudut perkotaan Kabupaten Blora, Jawa Tengah, tepekur. Pandangannya jauh melampaui tembok rumah warisan orangtuanya yang ditempatinya saat ini.

Di rumah itu, kenangan bersama kedelapan saudaranya berkelebat setiap hari.

Soes adalah anak ketujuh dari sembilan Toer bersaudara, putra-putri pasangan Mastoer dan Siti ‎Saidah. Kakak sulungnya adalah Pramoedya Ananta Toer, sastrawan dan penulis tersohor Indonesia yang kiprahnya diakui dunia.

Baca juga: Kisah Soesilo Toer, Adik Pramoedya Ananta Toer yang Bergelar Doktor dan Kini Jadi Pemulung (1)

Pramoedya lalu beradikkan Prawito Toer, Koenmarjatoen Toer, Oemi Sjafaatoen Toer, Koesaisah Toer, Koesalah Soesbagyo Toer, Soesilo Toer, Soesetyo Toer, dan Soesanti Toer.
Saat ini, tinggal Soes dan kakaknya, Koesaisah, yang menetap di Jakarta.

Soes yang merupakan lulusan doktor bidang politik dan ekonomi di Institut Perekonomian Rakyat Plekhanov Uni Soviet (sekarang Rusia) mengenang Pram sebagai ‎sosok yang idealis dan pemberani.

Pramoedya, keras tetapi lembut

Pramoedya Ananta Toer.KOMPAS/JOHNNY TG Pramoedya Ananta Toer.
Pram, baginya, adalah sosok pejuang Indonesia yang bercita-cita tinggi untuk kejayaan nusa dan bangsanya.

"Apa yang dilakukan Pram ‎membuktikan betapa besar cintanya kepada Tanah Air dan bangsanya, betapa tinggi rasa solidaritasnya kepada sesama umat yang tertindas. Hati nuraninya terpanggil demi kebenaran, keadilan, dan kemerdekaan," kata Soes saat ditemui di kediamannya, Kamis (31/5/2018).

"Kondisi Indonesia saat itu bagi Pram merupakan kenyataan hidup yang pahit dan menyakitkan.‎ Bangsa besar yang kacau dengan kekayaan alam yang besar, namun (kerap melakukan) impor," tambah dia.

Baca juga: Kisah Soesilo Toer Dituding PKI, Jadi Pemulung Lalu Bangun Perpustakaan untuk Sang Kakak (2)

Melalui tulisan, lanjut Soes, Pram bertarung melawan pusaran sejarah karena Pram tidak mau dilindas sejarah. Pram terus berjuang melawan ketidakadilan.

"‎Pram tidak mau menjadi gabus yang dipermainkan ombak di tengah samudera sejarah dan setelah itu takluk terhempas menjadi sampah di pantai. P‎ram adalah sejarah yang selalu bertabrakan muka dengan sejarah resmi yang dibuat negara," ungkapnya.‎

Sebagai saudara tertua, bagi Soes, ‎Pram merupakan orangtua yang berjasa‎ besar bagi perjalanan hidupnya. Soes ditinggal sang ibu sejak berumur 4 tahun. Kemudian sang ayah juga berpulang.

Sejak SMP, Soes ikut Pram ke Jakarta. Dari situlah banyak kenangan yang sulit terlupakan bagi Soes.

Pram, lanjut dia, berwatak keras seperti ayahnya yang seorang guru. Berkali-kali Soes mendapat perlakuan kasar dari Pram karena ulahnya yang bandel. Meski demikian, Pram sangat mencintai Soes.

"Saya waktu kecil pernah naik sepeda di gang sempit. Saat itu saya tak sengaja menabrak anak kecil‎ hingga ia jatuh ke parit. Kejadian itu sampai ke telinga Pram hingga Pram mengajak saya bertemu orangtua anak kecil itu. Pram memukul saya berkali-kali di‎ hadapan orangtua anak itu. Saat itu saya terpaksa meminta maaf padahal saya tidak salah," kata Soes.

Baca juga: Kisah Soesilo Toer Mengenang Pramoedya Ananta Toer, Cinta Tanah Air dan Islam Tulen (3)

Sesampai di rumah, Soes diinterogasi oleh Pram. Karena melihat Soes yang berkali-kali tak mengaku bersalah, Pram pun luluh.‎

Meski demikian‎, lanjut Soes, Pram tidak meminta maaf. Namun, dia mempunyai cara lain untuk menghibur adik kesayangannya itu.

"Mengetahui saya tak bersalah, Pram kemudian memeluk saya berkali-kali. Ia mengajak saya jajan, nonton bioskop dan mengelus-ngelus kepala saya di atas becak," kata Soes.

 

BERSAMBUNG: Sempat lupa adik sendiri setelah 13 tahun dipenjara...

 

Soesilo Toer saat ditemui Kompas.com di rumahnya di Jalan Sumbawa Nomor 40, Kelurahan Jetis, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Kamis (31/5/2018) sore. KOMPAS.com/PUTHUT DWI PUTRANTO Soesilo Toer saat ditemui Kompas.com di rumahnya di Jalan Sumbawa Nomor 40, Kelurahan Jetis, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Kamis (31/5/2018) sore.
Gara-gara dituding PKI

Sepulang dari Rusia, Soes mengaku kangen dengan Pram. Sudah belasan tahun mereka tak bertemu. Saat itu, Pram dijebloskan dalam penjara karena dituding antek komunis.

Ternyata, Soes yang baru saja menginjakkan kaki di bandara di Jakarta juga langsung diseret ke jeruji besi. Tuduhannya sama. Soes dituding sebagai antek komunis hanya karena belajar ekonomi dan politik dari Rusia.‎ Plus, dia juga adik Pramoedya. Enam tahun lamanya dia dipenjara.

"13 tahun kami tak bertemu. S‎aya keluar penjara dan Mas Pram belum. Begitu Mas Pram keluar penjara, banyak warga yang ingin mengucapkan selamat. Banyak sekali yang mengantre saat itu, termasuk saya," kata Soes.‎

"Namun, saat nyaris giliran saya bersalaman dengan Pram, saya langsung berlari tinggalkan antrean. Saya kan cengeng. Waktu itu saya melihat Pram seperti tak mengenaliku. Pram yang akhirnya ‎diberitahu jika aku adalah adiknya langsung berlari mengejarku. Ia memelukku dan menangis. Dalam pelukan saya berbisik, 'Kamu bilang aku adalah adik kesayanganmu, tapi kenapa kau tak mengenaliku'. Pram semakin erat memelukku," lanjut dia.

Baca juga: Kisah Perjalanan Politik Bupati Purbalingga, dari Sopir Truk hingga Ditangkap KPK

‎Meski paling nakal di antara saudara yang lain, Soes mengaku, dia dinilai sebagai adik Pram yang paling dibanggakan. Sebab, Soes mengantongi gelar paling tinggi dibanding saudaranya yang lain.

Kebanggaan Pram itu dituangkan dalam buku berjudul Nyanyian Sunyi Seorang Bisu. Buku itu ditulis Pram di Pulau Buru.‎

Soes mengakui bahwa Pram begitu sangat berarti baginya. Pram menempa kepribadiannya yang cengeng menjadi berkarakter kuat untuk melawan kerasnya kehidupan.‎

Saking sayangnya Pram kepada Soes, bahkan secara diam-diam‎ Pram titip kepada salah seorang temannya supaya membantu Soes di Rusia apabila tertimpa kesusahan.

"Pram berpesan kepada temannya, Benedict Anderson, salah satu tokoh yang mengemukakan konsep nasionalisme untuk membantu saya. Saat di Rusia, meski saya makmur,‎ terkadang Benedict Anderson menyelipkan uang ketika mengirim data dari Indonesia ke Rusia. Benedict Anderson itulah yang membantu menyelesaikan disertasi. Dia yang mengirim data-data dari Indonesia. Saya menghargai jasanya dan memberi nama anak saya Benee. Saya kemudian sisipkan nama Jawa, Santoso. Jadilah Benee Santoso nama anak saya," ‎pungkasnya.

Pram juga sangat menyayangi keluarga besarnya. Pram sempat pernah berkeinginan memperbaiki rumah keluarganya di Blora dan mempercantik pusara orangtuanya.

"Sayang keinginan itu tidak kesampaian karena perbedaan pendapat di keluarga. Pram mudah marah," pungkas Soes.‎

 

BERSAMBUNG: Kisah Rumah Masa Kecil Pramoedya Ananta Toer yang Rusak dan Bocor di Mana-mana (5)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com