Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Polisi Gorontalo yang Berdakwah di Samping Mobil SIM Keliling

Kompas.com - 06/06/2018, 06:21 WIB
Rosyid A Azhar ,
Reni Susanti

Tim Redaksi

Adab buang air sesuai tuntunan Nabi Muhammad pun mengisi topik berikutnya.

Tak hanya suara lantangnya yang didengar para pengantre, tingkahnya saat mempraktikkan pun ia peragakan di depan masyarakat.

Warga semakin antusias, persoalan buang air adalah kebiasaan sehari-hari yang dianggap sepele namun memiliki tata cara seperti yang dicontohkan Rasulullah Muhammad SAW.

“Kami hanya berbagi pengalaman dan ilmu yang tak banyak ini,” ujar Fahmi merendah.

Fahmi juga mengajak warga Gorontalo untuk mencintai kebudayaannya. Sebutan sebe dan ajus bukan kata yang berasal dari budaya Gorontalo, namun sangat cepat menyebar di masyarakat, termasuk kepada anak-anak kecil.

“Budaya Gorontalo sangat menjunjung tinggi sopan santun, mari gunakan nilai-nilai luhur ini untuk membangun peradaban bangsa yang lebih baik,” ajak Fahmi.

Tantangan

Tidak jarang ia harus merogoh koceknya untuk dijadikan hadiah bagi warga yang mampu menjawab teka-tekinya.

Pertanyaannya singkat, namun membuat puyeng warga Gorontalo yang ada di taman kota ini.

“Di Gorontalo tidak ada harimau sehingga tidak ada istilah lokal untuk kata harimau. Olobu untuk kerbau, wadala adalah kuda dan batade berarti kambing, semua hewan ini ada di Gorontalo sejak bumi diciptakan. Demikian juga sapi, nah sekarang apa bahasa Gorontalonya sapi?” kata Fahmi serius.

Untuk warga yang mampu menjawab pertanyaan tersebut, Fahmi akan memberi hadiah Rp 200.000 dan gratis mengurus perpanjangan SIM.

Baca juga: Dakwah Plus Tembang Jawa Ramaikan Ramadhan di KBRI Paramaribo

Warga yang hadir senyap, mereka asyik mencari-cari ingatan masa lalu untuk padanan kata sapi dalam bahasa Gorontalo.

Hening sesaat, angin siang yang terik berembus panas seakan mengejek betapa kita sering mengabaikan bahasa daerah, dan membanggakan istilah asing untuk percakapan sehari-hari.

Tak satupun warga menjawab, mereka tidak tahu kata sapi untuk bahasa lokal Gorontalo.

Tantangan Fahmi ini pun tak mampu dijawab. Sama dengan pertanyaan pertamanya, apa bahasa Gorontalo untuk kata terima kasih.

“Terima kasih bukan oduolo, itu arti kata terima. Bahasa aslinya adalah topiwasu, ini kata yang sudah jarang digunakan di masyarakat. Mari lestarikan bahasa daerah,” ajak Fahmi.

Bulan Ramadhan yang penuh berkah dijadikan ladang menyemai kebaikan, saling mengingatkan dan berlomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat) oleh Fahmi. Ia akan terus mengajak warga berbuat baik.

Mendengar ajakan Fahmi ini, warga semakin enak berlama-lama dalam antrean pengurusan perpanjangan SIM.

Mereka seakan diingatkan untuk kembali melihat kebudayaannya sendiri. Selama ini kehidupan berbahasa berjalan seakan tanpa masalah.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com