Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebelum Ditangkap KPK, Bupati Purbalingga Catat Predikat WTP dan 20 Rekor Muri

Kompas.com - 05/06/2018, 20:04 WIB
Iqbal Fahmi,
Reni Susanti

Tim Redaksi

PURBALINGGA, KOMPAS.com - Tak banyak yang menduga, Bupati Purbalingga, Jawa Tengah Tasdi ditangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penerimaan suap proyek.

Sebab sebelum kejadian, Tasdi dikenal sebagai orang yang enerjik dan mampu membawa Purbalingga menyabet banyak prestasi.

Kepala Bagian Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Purbalingga, Suroto mengatakan, selama 2,5 tahun menjabat bupati, Tasdi membawa Purbalingga untuk pertama kalinya memeroleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Predikat WTP diperoleh dua tahun berturut-turut yakni pada 2017 dan 2018 untuk administrasi anggaran tahun sebelumnya.

Baca juga: Kena OTT KPK, Status Bupati Purbalingga di PDI-P Dipertanyakan

Selain itu, lanjut Suroto, Tasdi termasuk bupati yang giat melakukan upaya pemberdayaan dimana melibatkan partisipasi aktif masyarakat, seperti subuh berjamaah, gebrak gotong-royong, dan bupati mengaji.

Data yang dihimpun Kompas.com, selama masa kepemimpinannya, Tasdi telah membawa Purbalingga menorehkan 20 rekor Muri dalam berbagai kegiatan.

Torehan pertama dibuka dengan rekor wayang kelir terpanjang, penggunaan kebaya terbanyak, sholat subuh berjamaah, ASN terbanyak, hingga ibu menyusui terbanyak.

Sementara itu, dua rekor Muri terakhir yang dipecahkan yakni Penanaman Pohon Suren dan Nasi Jagung 3G Terbanyak.

Pemecahan rekor tersebut bertepatan dengan perhelatan Festival Gunung Slamet (FGS) yang berlangsung di Desa Serang, Kecamatan Karangreja, Sabtu (23/9/2017).

Berdasarkan penelusuran berita yang diperoleh dari rilis humas Pemkab Purbalingga, sebelumnya dicokok oleh komisi anti rasuah, Bupati Tasdi juga pernah mengundang Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam acara Gerakan.

“Saya, Perempuan Anti Korupsi” di Pendopo Cahyana (22/2/2017).

WTP Tak Jamin Bebas Korupsi

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Prof Dr Mohammad Fauzan SH Mhum menilai, predikat WTP yang diberikan BPK tidak menjamin sebuah pemerintahan bersih dari segala macam praktik korupsi kolusi dan nepotisme.

Menurut dia, WTP hanya penilaian normatif BPK terkait standar pengelolaan keuangan negara yang berprinsip anggaran berbasis kinerja.

Di mana penilaian menggunakan sistem sampling dari mulai perencanaan, proses lelang, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban.

“Jadi BKP melihat, realisasi jumlah anggaran yang dikeluarkan dengan hasil yang didapatkan sudah sesuai, jika ada selisih pun harus dalam batas wajar,” ungkapnya.

Baca juga: Kena OTT KPK, Bupati Purbalingga Diboyong ke Jakarta

Meski demikian, dia menegaskan, jika sistem audit yang dilakukan BPK bukan tanpa cela.

Dia menilai, salah satu kelemahan BPK adalah toleransi terhadap indikasi mal administrasi dan hanya bermuara pada hitam di atas putih.

Hal tersebut diperparah dengan minimnya komitmen bersama antar aparatur negara untuk mengelola keuangan dengan sebaik-baiknya.

Sehingga, sebaik apapun sistem pengawasan, pasti akan selalu ada kebocoran anggaran dan praktik menyiasati anggaran.

“Para pejabat publik akan selalu bermain anggaran karena biaya politik di Indonesia sangat mahal. Lihat saja sekarang untuk jadi anggota DPRD kabupaten saja butuh berapa uang yang harus dikeluarkan calon,” ungkapnya.

'Anjing penjaga'

Maraknya pimpinan daerah yang menjadi target operasi tangkap tangan (OTT) KPK akhir-akhir ini, menurut Fauzan juga dipengaruhi lemahnya sistem pengawasan di setiap tingkat pemerintahan.

Saat ini, ‘anjing penjaga’ adminstrasi dan keuangan daerah bernama Inspektorat dinilai sangat jinak.

Menurut Fauzan, Inspektorat dinilai tumpul karena masih berada di bawah satuan pemerintahan setempat.

Posisi tawar inilah yang akan berpengaruh terhadap independensi Inspektorat dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya.

“Saat ini inspektorat ada di bawah pemerintahan daerah, di mana pejabatnya dipilih dan diangkat langsung oleh bupati atau gubernur. Otomatis rasa sungkan atau ewuh-pekewuh pasti muncul dari pejabat pimpinan inspektorat,” ujarnya.

Baca juga: Terjadi Aksi Pengejaran Petugas KPK terhadap Seorang Pejabat di Purbalingga

Oleh karena itu, Fauzan menilai, wacana untuk menaikkan derajat inspektorat sebagai perangkat pemerintah pusat dirasa sangat mendesak.

Dengan berstatus sebagai perangkat pemerintah yang lebih tinggi, inspektorat akan lebih independen dalam bertugas sebagai ‘anjing penjaga’.

Kompas TV PDI Perjuangan resmi memecat kadernya, Bupati Purbalingga, Tasdi, karena tertangkap operasi tangkap tangan oleh KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com