Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Soesilo Toer Dituding PKI, Jadi Pemulung Lalu Bangun Perpustakaan untuk Sang Kakak (2)

Kompas.com - 04/06/2018, 15:43 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

Hidup sengsara

Berpredikat eks tahanan politik Orde Baru sungguh menyengsarakan Soes. Di mana-mana dia dituding PKI, dicurigai dan diawasi. Susah mendapat pekerjaan layak, apalagi bisa diterima dengan baik di lingkungan.

Bahkan, Soes sering dimaki-maki hingga diarak karena dituding PKI. Beruntung saja tak sampai dianiaya hingga masuk rumah sakit.

Soes bercerita, dia terpaksa melakoni pekerjaan serabutan untuk bisa menyambung hidup, mulai dari berdagang kain‎ hingga menulis‎.

Karena jasa teman baiknya, Soes sempat menjadi dosen hampir 6 tahun di salah satu universitas swasta di Jakarta. Namun, kariernya sebagai dosen ekonomi hancur setelah karibnya itu meninggal dunia. Soes kembali merasa dipersulit mencari pekerjaan yang layak.

Tidak hanya Soes, Toer bersaudara lainnya juga terkena imbasnya.‎ Dia memperkirakan hal itu terjadi setelah peristiwa 1965 meletus.‎ 

Kakak-kakak Soes, seperti Prawito Toer dan Koesalah Soebagyo Toer, juga dituding antek PKI. Mereka sama-sama dijebloskan ke penjara. Sementara itu, adik Soes, Soesetyo Toer, memilih kabur ke Papua dan berganti identitas, termasuk nama.

"Adik saya lari ke Papua dan namanya diganti baru supaya aman. Tapi, sampai sekarang kami tak tahu bagaimana kabarnya," tutur Soes.‎

Pramoedya Ananta Toer memiliki adik Prawito Toer yang kemudian berubah nama menjadi Walujadi Toer. Berikutnya Koenmarjatoen Toer yang kemudian menjadi Ny Djajoesman dan Oemi Sjafaatoen Toer yang menjadi Ny Mashoedi.

Setelah itu ada Koesaisah atau Ny Hermanoe Maulana, Koesalah Soesbagyo Toer, Soesilo Toer, Soesetyo Toer, dan Soesanti Toer.

Saat ini, lanjut Soes, Toer bersaudara hanya tersisa ‎dirinya dan sang kakak, Koesaisah Toer. Koesaisah Toer menetap di Jakarta.

Perpustakaan untuk sang kakak

‎Merasa tak berhasil di Jakarta, pada tahun 2004 Soes bersama istrinya, Suratiyem, pulang ke kampung halamannya di Blora. Apalagi, rumah semipermanen miliknya yang berdiri di atas lahan seluas 320 meter persegi di Jakarta terkena penggusuran proyek Tol Jakarta-Cikampek.

"Saya dapat ganti untung ratusan juta. Uang itu saya pakai modal hidup di Blora termasuk renovasi rumah," kata Soes.‎

Bersambung ke halaman tiga: Tak malu memulung, yang penting halal

 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com