Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Triyono: Jadi Pengamat Merapi, Kadang Lupa Rasanya Rindu Keluarga

Kompas.com - 28/05/2018, 14:19 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana,
Reni Susanti

Tim Redaksi

MAGELANG, KOMPAS.com - Menjadi pengamat Gunung Merapi adalah panggilan jiwa bagi Triyono (66). Meski ia sadar betul akan bahaya yang mengancam jiwanya.

Betapa tidak, ia harus tinggal berhari-hari di Pos Pengamatan Gunung Merapi (PGM) Badaban, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah yang letaknya hanya sekitar 4 kilometer dari puncak gunung.

Gunung Merapi masuk dalam kategori gunung api paling aktif di dunia.

Sejarah mencatat, gunung yang memisahkan Provinsi Jawa Tengah dan DIY itu telah beberapa kali mengalami erupsi.

Baca juga: Status Merapi Waspada, Warga Lereng Aktifkan Ronda Malam

 

Dekade terakhir erupsi pada 2006 dan 2010, yang mengakibatkan ribuan orang mengungsi dan sejumlah korban jiwa.

Setelah lama "beristirahat" gunung ini kembali menunjukkan peningkatan aktivitas. Sejak 11 Mei 2018, terjadi beberapa kali letusan freatik yang berdampak hujan abu dan pasir di wilayah Kabupaten Sleman dan Magelang.

Triyono menceritakan, letusan yang terjadi pukul 07.32 WIB itu memang tidak teramati dari Pos Babadan.

Begitu juga dengan dampak hujan abu, getaran maupun suara gemuruh seperti terdengar di pos pengamatan lainnya.

Tapi hal itu tidak lantas membuat Triyono bersantai. Letusan itu menjadi awal pria itu harus terus mengamati setiap detik pergerakan-pergerakan yang muncul dari alat monitor yang terpasang di ruangannya.

Alat-alat seperti seismograf, layar kamera pengawas (CCTV), pengukur kecepatan angin, dan lainnya.

"Harus dipantau 24 jam, setiap hari harus membuat laporan tentang kondisi Gunung Merapi. Kalau tidak tidur setiap malam itu sudah biasa," ujarnya.

Baca juga: Cerita Pelajar Lereng Merapi: Menginap di Sekolah Karena Cemas Merapi Meletus

Belum lagi Triyono harus melayani masyarakat yang silih berganti datang ke posnya untuk menanyakan kondisi Gunung Merapi.

Dengan sabar, ramah, dan kadang disisipi guyonan, dia memberi penjelasan kepada masyarakat. Tujuannya agar masyarakat mengetahui yang sebenarnya tentang gunung ini.

Triyono sudah melakoni pekerjaan itu sejak 1991 silam.

Ia belajar tentang kegunungapian setelah mendapat pendidikan dan pelatihan dari kantornya Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com