Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi: Ada Zakat dan Pajak, Indonesia Seharusnya Makmur

Kompas.com - 25/05/2018, 22:39 WIB
Irwan Nugraha,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BEKASI, KOMPAS.com - Calon Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menilai, seharusnya masalah kemiskinan di Jawa Barat dan Indonesia sudah bisa terselesaikan. Sebab, selama ini terdapat dua lembaga yang diberikan kewenangan untuk mengumpulkan dana.

Dua lembaga tersebut adalah Badan Amil Zakat Nasional yang ditugasi menghimpun amal. Produknya berupa zakat, infak dan sedekah.

Selain itu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak juga rutin memungut pajak dalam setiap tahun.

“Secara logika, seharusnya Indonesia menjadi bangsa maju dan makmur karena ada dua kanal besar penghimpun dana. Ada Badan Amil Zakat Nasional dan Direktorat Pajak,” kata Dedi di kawasan Grand Wisata, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jumat (25/5/2018).

Menurut Dedi, dalam tata aturan penyaluran zakat, Islam telah memberikan panduan konkret. Zakat tersebut harus diberikan kepada 8 ashnaf (golongan) yang tercantum dalam Surat At Taubah ayat 60.

“Sasarannya jelas sesuai dengan dimensi sosial. Zakat harus di salurkan kepada 8 golongan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Seluruh golongan ini berhak menerima sesuai dengan proporsi masing-masing,” katanya.

Baca juga: Ketika Dedi Mulyadi dan Ustaz Solmet Buka Puasa di Warung Sate Pinggir Jalan

Berdasarkan keterangan tersebut, kedelapan golongan itu adalah fakir, miskin, amilin (operasional pengumpul) dan mualaf. Selain itu, hamba sahaya, gharimin (orang berutang), sabilillah dan ibnu sabil termasuk ke dalam 8 golongan tersebut.

Sabilillah merupakan orang yang berjuang di jalan Allah SWT dengan berbagai kapasitas kemampuan. Sementara Ibnu Sabil merupakan orang yang kehabisan bekal saat menempuh perjalanan jauh untuk kepentingan Agama Islam.

Dedi berpandangan, ke delapan ashnaf ini juga merupakan tanggung jawab negara. Artinya, bukan semata tugas sebuah badan amil zakat untuk memenuhi kebutuhan mereka melalui penghimpunan dana umat.

“Itu juga kan termasuk ke dalam amanat konstitusi kita, amanat UUD 1945. Saya kira itu satu substansi,” katanya.

Ditiru barat

Dedi menjelaskan, penguasa Perancis Napoleon Bonaparte melihat posisi strategis zakat sebagai jaring pengaman sosial dan instrumen pembangunan. Karena itu, dia memberlakukan pungutan di Perancis serupa zakat, dalam hal ini pajak.

Sistem ini kemudian terkenal di Eropa dan diadopsi oleh Belanda. Negara terakhir ini menjajah nusantara dan memberlakukan sistem pajak untuk menopang logistik operasional di koloninya. Bahkan, sebagian besar hasil pajak tersebut dibawa ke Belanda.

“Nah, ini mereka niru-niru zakat nih. Lahirlah sistem pajak pertama kali di Prancis, diadopsi Belanda dan kita mengenalnya karena dijajah,” ucap Dedi.

Baca juga: Dedi Mulyadi: Harus Ada Perlindungan Bagi Pekerja Informal di Hari Tua

Kader Nahdlatul Ulama itu menilai, APBN dan APBD selain berpihak pada 8 ashnaf, juga harus berpihak pada pembangunan. Sehingga, ada dimensi penyelesaian masalah sosial yang tercermin dalam dokumen uang rakyat tersebut.

“Di negara Barat misalnya, pengangguran pun diberikan tunjangan sosial. Itu dari dana pajak," pungkasnya.

Kompas TV Proyeksi elektabilitas para pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat semakin menjauh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com