Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkedok Panti Asuhan, Modus Baru Perdagangan Manusia di NTT

Kompas.com - 24/05/2018, 11:38 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

KUPANG, KOMPAS.com - Upaya melawan tingginya tingkat perdagangan manusia atau human  trafficking di Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah dilakukan sejak lama. Bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri memberikan atensi khusus. 

Presiden saat menghadiri puncak acara peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) Ke-23 di Kota Kupang pada Sabtu, 30 Juli 2016 lalu, mendengar langsung informasi dari masyarakat, terkait maraknya kasus tersebut di Provinsi yang berbatasan dengan Timor Leste dan Australia itu.

Jokowi langsung menelepon Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk segera menuntaskan kasus human trafficking di NTT.

Polisi lalu bergerak cepat dan langsung membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti Human Trafficking pada Tahun 2016. Satuan ini dibawah Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NTT.

Baca juga: Polwan Ini Menyamar Jadi PSK demi Bongkar Sindikat Perdagangan Manusia, Ceritanya...

Setelah dibentuk Satgas tersebut, polisi kemudian menangkap dan menahan 13 orang yang terlibat dalam kasus perdagangan manusia.

Ke-13 pelaku tersebut ditangkap secara beruntun di wilayah Kota Kupang, mulai tanggal 7 Agustus 2016 hingga 15 Agustus 2016.

Para pelaku tersebut adalah berinisial YLR (38), NDC (26), DIMS (24), DSM (32), WFS (22), SP (30), YN (28), MF (33), RD (42), NAT (36), AL (24), YP (23) dan YU (34).

Tak hanya sampai di situ, polisi juga menangkap sejumlah pelaku lainnya sepanjang tahun 2017 hingga 2018.

Sebut saja AM alias BM, ditangkap pada 30 Desember 2017, karena mengirim korban atas nama Ance Juliana Punuf sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Malaysia secara ilegal.

BM diketahui melakukan pemalsuan dokumen Ance Juliana Punuf di kantor Imigrasi Jakarta Barat. Ia berkoordinasi dengan seorang agen di Jakarta berinisial LM.

Bukan hanya itu saja, polisi juga menangkap aparat desa yang terlibat dalam kasus perdagangan manusia.

Kepala Desa Limakoli, Kecamatan Rote Tengah, Kabupaten Rote Ndao, berinisial HK (56), ditangkap anggota polisi pada 2 Mei 2018.

Baca juga: Viral, Jenazah TKI yang Bekerja di Kapal Taiwan Dihanyutkan ke Laut

HK terlibat kasus perdagangan manusia, dengan korban Naomi Hailitik.

Naomi Hailitik direkrut dari desanya, tanpa diketahui oleh orang tuanya dan tidak memiliki dokumen. Saat direkrut pada tahun 2007 lalu, Naomi masih berusia 13 tahun.

Penangkapan pelaku human trafficking yang terbaru yakni berinisial H, pada Minggu, 20 Mei 2018 kemarin.

H diamankan di Kecamatan Batu Putih, saat hendak membawa seorang korban berinisial YP, yang masih berusia 15 tahun atau di bawah umur.

Modus baru

Setelah banyak pelaku human trafficking ditangkap, para pelaku yang berhasil lolos, kemudian mencari alternatif lain guna memuluskan aksi mereka.

Namun, polisi pun tanggap dan berhasil mengungkap modus baru perdagangan manusia.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTT Kombes Yudi Sinlaeloe mengatakan, modus baru pengiriman calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal dari luar NTT menuju Malaysia dilakukan secara bergiliran.

"Kalau dulu dikirim secara bergerombol melalui bandara, sehingga berhasil digagalkan. Modus sekarang, mereka dikirim satu-satu sebagai TKI sehingga tidak kelihatan," kata Yudi kepada sejumlah wartawan belum lama ini.

Semua TKI, lanjut Yudi, kemudian diberangkatkan dari Kupang menuju Surabaya, Jakarta, Tangerang, serta Medan. Mereka kemudian dikumpulkan di tempat penampungan, dan disiapkan dokumen untuk diberangkatkan ke luar negeri.

Sebagian besar paspor para TKI itu dibuat di Blitar, Siak, Pekanbaru, dan Batam, dengan semua identitas dipalsukan.

"Modus baru ini mulai terungkap pada tahun 2016, saat kita mencoba untuk melakukan penyelidikan lebih jauh dari tahun sebelumnya," ungkap Yudi.

Yudi mengungkapkan, saat itu pihaknya tengah menggeledah kantor Imigrasi Kupang. Rupanya selama ini, pihak imigrasi tidak pernah melakukan verifikasi data para calon TKI yang ternyata palsu.

"Selama ini, pengurusan di imigrasi itu, yang penting datanya ada. Contohnya KTP yang dibawa ke sana, petugas imigrasi tidak pernah mengecek lagi ke dinas kependudukan soal KTP tersebut.. Padahal KTP yang diserahkan itu palsu," ungkapnya.

Baca juga: Viral, Jenazah TKI yang Bekerja di Kapal Taiwan Dihanyutkan ke Laut

Sementara itu Kasat Reskrim Polres Timor Tengah Selatan (TTS) Iptu Jamari mengatakan, modus baru perdagangan manusia lainnya yakni para korban sengaja dimasukan ke panti asuhan.

"Jaringan ini merekrut anak-anak usia sekolah, dengan membujuk orangtua para korban, bahwa anak mereka akan dimasukan ke panti asuhan," ucap Jamari, kepada Kompas.com, Minggu (20/5/2018), usai melakukan penangkapan terhadap pelaku berinisial H di Kecamatan Batu Putih, TTS .

Jamari mengatakan, H mengaku dirinya sedang mencari anak-anak untuk disekolahkan di Makasar dan dapat tinggal di panti asuhan milik kakaknya. Namun setelah dibawa, anak-anak tersebut akan diselundupkan ke Malaysia sebagai TKI.

"Saat ini, penyidik sementara mengembangkan kasusnya dan menanyakan ke pelaku, berapa jumlah anak-anak asal TTS yang sudah dikirim ke Malaysia, melalui Makasar," ucap dia.

Kompas TV Tim gabungan TNI AL, KKP serta Polri memeriksa Kapal STS-50 yang menjadi buronan interpol.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com