Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapolda Jatim Ajak Ulama Deteksi Dini Bibit Radikalisme

Kompas.com - 23/05/2018, 05:30 WIB
Andi Hartik,
Reni Susanti

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Machfud Arifin meminta ulama dan masyarakat ikut andil dalam deteksi dini paham radikalisme yang berujung pada terorisme.

Machfud juga meminta untuk selalu mengawasi warga negera Indonesia (WNI) yang baru pulang dari Suriah, tempat kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) bertahan.

"Banyak juga warga Jawa Timur yang pulang dari Suriah, yang mungkin pemahamannya di sana pekerja atau dulu ingin berjuang di Suriah," ujar Machfud dalam launching Malang E-Policing, Selasa (22/5/2018). 

Selain itu, Machfud meminta para ulama dan kiai memberikan pencerahan kepada mereka yang terpapar aliran radikal.

Baca juga: Bocah Aaron Terus Merengek Ingin Main di Mobil Jenazah yang Antarkan Ayahnya...

 

Apalagi, jumlah terduga teroris yang ditangkap pascakejadian rentetan bom bunuh diri di Surabaya cukup banyak.

Total, ada 31 terduga teroris yang ditangkap di Jawa Timur. Di antara jumlah itu ada yang ditangkap di Malang.

Bahkan, SA alias Abu Umar yang ditangkap di rumah kontrakannya di Desa Banjararum, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang merupakan Ketua Jemaah Ansharut Daulah (JAD) Jawa Timur.

"Saya mohon kepada para ulama, kepada para kiai untuk bisa menyadarkan masyarakat," tuturnya.

"Dari Malang sendiri yang ditangkap lima orang. Ada satu orang yang meregang nyawa, ditangkap di Sidoarjo. Ini saya berharap para ulama para tokoh masyarakat bisa mendeteksi sejak dini adanya bibit-bibit radikalisme," jelasnya.

Baca juga: Kantor Polsek Maro Sebo Jambi Diserang, Pelaku Sudah Ditangkap

Machfud juga meminta Kapolres untuk aktif memantau adanya paham radikal di tengah - tengah masyarakat. Termasuk tahanan-tahanan terpidana teroris.

"Di Jawa Timur juga banyak tahanan teroris, napiter yang ada di wilayah Jawa Timur," katanya.

"Ini yang perlu dipantau, para Kapolres juga harus melihat, siapa yang sering besuk, siapa yang sering berkomunikasi yang tidak ada hubungan keluarga. Ini awal dari pada bibit-bibit melakukan kegiatan amaliah," jelasnya.

Perwira tinggi Polri itu mengaku heran dengan pola pikir para teroris. Apalagi saat pelaku mengajak seluruh keluarganya untuk melakukan aksi bom bunuh diri.

"Rasanya suatu hal yang tidak masuk akal orangtua mengajak anak, mengajak istrinya untuk masuk surga dengan cara mengebomkan diri. Ini rasanya tidak pas," tuturnya.

"Yang mati di situ juga ada orang muslim. Bukan sekadar orang yang nonmuslim. Yang jaga parkir, satpam itu juga korban," bebernya.

Hingga kini, bom bunuh diri di Surabaya menewaskan 13 pelaku dan 14 korban. Selain itu, 20 korban lainnya masih dirawat di rumah sakit, termasuk anggota Polri yang kehilangan mata kirinya.

"Hanya anggota saya yang jaga di Ngagel (Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela) cukup parah. Harus kehilangan mata sebelah kiri. Yang kanan masih kabur-kabur. Mudah-mudahan disembuhkan kembali," pungkasnya.

Kompas TV Jenazah terakhir korban teror bom gereja, di Surabaya, Jawa Timur, akhirnya diserahkan oleh tim DVI RS Bhayangkara Surabaya ke pihak keluarga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com