GORONTALO, KOMPAS.com – Mohibadaa adalah tradisi masyarakat Gorontalo, yang berarti menggunakan bedak dengan ramuan rempah-rempah tradisional sebagai baluran wajah (masker).
Tradisi membalurkan ramuan campuran aneka tanaman rempah ini sebenarnya tidak harus saat Ramadhan. Namun bisa dilakukan di sepanjang waktu untuk mempercantik diri.
Namun pada bulan puasa, tradisi mohibadaa menjadi lebih spesial. Sebab pada Ramadhan, kulit terasa kering karena menahan makan dan minum. Apalagi cuaca di Gorontalo panas menyengat.
“Ramuan ini terdiri atas tepung beras, humopoto (kencur), bungale (bangle), alawahu (kunyit),” kata Jemi Monoarfa, penggiat pertanian tradisional di Gorontalo, Senin (21/5/2018).
Baca juga: Serunya Tradisi Patrol Saat Ramadhan di Surabaya pada 1971...
Jami menceritakan cara menggunakan ramuan ini. Pertama disarankan menggunakan beras pulo (ketan) agar hasil tepungnya lebih halus.
Kemudian beras direndam. Rendaman beras ini kemudian ditumbuk bersama aneka rempah hingga tercampur halus, seperti tepung. Setelah itu siap dioleskan ke wajah.
Bagi yang tidak ingin repot, paket rempah tradisional ini bisa dibeli di pasar tradisional dengan harga Rp 15.000.
Para gadis atau wanita yang ingin membuat bedak tradisional ini tinggal menghaluskan di rumah sesuai kebutuhan.
“Nenek saya selalu menyiapkan ramuan ini sepanjang Ramadhan,” kata Siti Rohana Lakadjo, warga Kota Gorontalo.
Baca juga: Kecelakaan di Bumiayu Brebes, Korban Tewas Jadi 12 Orang
Tradisi Mohibadaa, sampai saat ini masih berlanjut. Kaum wanita, terutama para gadis masih banyak yang terlihat mengoleskan ramuan ini di wajahnya.
“Bukan hanya aromanya yang harum sepanjang hari, kulit kita juga menjadi kencang sehat berseri,” tutur Asri Hudji, warga Gorontalo.
Asri memberi kesaksian bahwa tradisi Mohibadaa merupakan kebiasaan yang berguna hingga kini. Ia mengaku wajah lebih segar, tidak kering, dan tidak ada kerutan.
“Terasa kenyal sehat, tidak khawatir dengan ramuannya karena semua bahan tradisional dan alami,” tutur Asri Hudji.