Mungkinkah ada tekanan batin yang terjadi padanya karena sebuah paksaan dari luar untuk meninggalkan sekolahnya?
Foto itu tercatat diunggah pada 3 Februari 2018, tiga bulan sebelum kejadian.
Satu-satunya korban hidup, sebatang kara
Salah satu yang juga menjadi perhatian adalah korban anak pelaku terduga teroris di kantor Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, yang berusia 8 tahun.
Ia menjadi satu-satunya korban hidup. Ia duduk di depan di sepeda motor yang dikendarai ayahnya. Kakaknya membonceng di belakang.
Diduga, bom diletakan di antara ayah dan kakaknya. Saat bom meledak, ia terpental, tidak terluka parah. Ledakan bom tidak mengenai dirinya karena meledak di antara tubuh kakak dan ayahnya.
Penyelamatan heroik
Selain ayah dan kakaknya, ibu dan kakaknya yang lain juga tewas. Satu motor lagi yang dikendarai ibu dan kakaknya yang lain juga membawa bom. Bom yang dibawa dua motor ini meledak di depan pintu penjagaan Mapolrestabes Surabaya.
Keluarga ini membawa bom jenis TATP (Triacetone Triperoxide) yang sering digunakan kelompok ISIS dan disebut Mother of Satan karena bentuknya kecil namun berdaya ledak tinggi (high explosive).
Jasad ayah, ibu, dan kakak-kakaknya tidak utuh.
Sesaat setelah ledakan, bocah perempuan ini berdiri dan berjalan terhuyung. AKBP Roni, polisi yang berada di lokasi kejadian, berlari menghampiri bocah itu dan menggendongnya menjauh titik ledakan. Ia khawatir akan ada ledakan susulan.
Roni mengaku, ia sadar betul bahwa saat itu ia menyalahi prosedur. Ia paham betul soal prosedur ini. Ia pernah bertugas di Satuan Gegana Brimob saat Darurat Militer di Aceh selama beberapa tahun pada 2013.
Menurut prosedur, saat ledakan terjadi, tidak boleh ada yang mendekat ke titik ledakan. Bisa jadi, akan ada ledakan susulan.
Namun, Roni mengungkapkan, ia spontan berlari dan menggendong si bocah perempuan tadi. Ia teringat anaknya yang seusia bocah perempuan itu. Nurani menggerakkan Roni.
Kepada saya secara eksklusif, ia menyampaikan, benar saja bahwa masih ada satu bom yang belum meledak.