Seiring berjalanya waktu, hingga saat ini di Mlangi terdapat 17 pondok pesantren. Santri yang ada di Mlangi pun mencapai sekitar 1.500 sampai 2.000 orang. Para santri yang ada di Mlangi berasal dari berbagai wilayah di Indonesia.
"Poin pentingnya Kiai Nur Iman membawa Islam yang mengakomodasi tradisi lokal. Kami menyebutnya Islam yang rahmatan lil 'alamin. Dari situ, tidak mengherankan kalau terjadi banyak keragaman pemikiran, pendapat, sampai organisasi di Mlangi juga beragam, ada Muhammadiyah ada NU," jelasnya.
Islam Nusantara
Mlangi sebagai salah satu pusat pondok pesantren sering menerima kunjungan dari berbagai komunitas, pelajar, maupun mahasiswa beragama non muslim. Tak hanya dalam negeri, yang datang ke Mlangi bahkan ada dari mancanegara.
"Kita sering mendapat kunjungan ada dari mahasiswa Sanata Dharma, Seminari Tinggi Kentungan, SMA Kolese De Britto , UKDW, dari luar negeri itu Amerika, Asia dan ada juga antropolog dari luar negeri. Ya, seingat saya sudah lama, sekitar sejak 10 tahunan ini," jelasnya.
Baca juga : 8 Poin Kesepakatan terkait Insiden Penghadangan Pelari di Yogyakarta
Dijelaskannya, kebanyakan mereka tinggal di Mlangi selama beberapa hari. Selama di dusun pesantren ini, mereka diajak keliling melihat keseharian dan kehidupan warga serta santri, mengikuti kegiatan di pesantren hingga berdialog bersama, sehingga mereka mengetahui Islam Nusantara yang sebenarnya.
"Islam itu damai, Mereka ke sini ingin tahu langsung tentang Islam itu dari tangan pertama bukan lewat fakta mediatik. Islam yang toleran dan transformatif. Mereka tinggal di sini, ikut kegiatan pesantren, berkeliling Mlangi, lalu berdialog, sharing, mau bertanya apa saja oke," katanya.
Diceritakannya pada bulan puasa tahun kemarin, juga ada kunjungan dari para siswa nonmuslim yang berasal dari sekolah di Yogyakarta. Mereka tinggal di Mlangi sekaligus untuk melihat keseharian masyarakat dan santri pada bulan puasa.
"Mereka juga ingin ikut merasakan puasa, ada yang kuat, ada juga yang enggak kuat. Enggak kuat juga enggak apa-apa, kita sediakan (makan dan minum), itu biasa, tidak masalah," katanya.
Warga Mlangi dan para santri pun menerima kunjungan dari non muslim dengan tangan terbuka. Bahkan tidak ada jarak dalam berinteraksi dan saat berdialog.
"Ketika ada kalangan non muslim yang berkunjung dan live in di Mlangi diterima dengan tangan terbuka, tidak ada jarak dan lain-lain. Saat ada riset tentang masa depan pluralisme di Yogyakarta, Mlangi menjadi salah satu sampelnya," ungkap Mustafid.
Baca juga : Warga yang Menghadang Pelari Maraton di DIY Siap Meminta Maaf
Lewat kunjungan dan dialog ini, Mustafid mengatakan, ia sekaligus ingin mengampanyekan bahwa Islam itu toleran sekaligus transformatif.
"Toleran itu sangat respek terhadap keragaman, transformatif itu menggerakan tranformasi sosial, struktur masyarakat yang berkeadilan," tandas mantan aktivis Pergerakan Mahasiwa Islam Indonesia (PMII) ini.