MAMASA, KOMPAS.com – Fajar baru saja menyingsing ketika puluhan anak-anak pelosok desa terpencil di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat meninggalkan rumah untuk pergi ke sekolah.
Mereka pergi lebih pagi karena medan yang harus ditempuh tidaklah mudah. Anak-anak tangguh ini harus melintasi kawasan pegunungan terjal dengan jalan kaki beberapa kilometer.
Apalagi ketika musim hujan, jalan yang harus dilalui sangat licin. Agar sepatu tak kotor, mereka menjinjing sepatu atau sandal.
Anak-anak ini lebih memilih bertelanjang kaki. Begitu sampai di sekolah, baru mereka mengenakan sepatunya.
Baca juga : Kisah Memprihatinkan Siswa dan Guru di Pedalaman Bengkulu
Sekolah yang dituju adalah SDN 008 Rante Tanete yang terletak di Dusun Tanete, Desa Salumokanan Utara, Kecamatan Rantebulahan Timur, Mamasa.
Kondisi sekolah ini memprihatinkan. Dinding bangunan terbuat dari bambu. Tiang dan rangkanya hanya ditopang batang bambu dan kayu.
Atapnya pun terbuat dari daun rumbia. Sedangkan lantainya, beralaskan tanah. Jika hujan turun, maka kelas mereka berlumpur. Namun jika kemarau, sekolah berdebu hingga siswa maupun guru kerap sesak napas.
"Kalau hujan turun, para siswa terpaksa kita pulangkan lebih cepat meski jam pelajaran belum selesai karena takut kehujanan. Atapnya sudah bocor," ujar guru kelas jauh SDN 008 Rante Tanete, Demmalino, belum lama ini.
Meski setiap hari belajar di ruangan yang memprihatinkan, semangat patriotisme dan nasionalisme para siswa dan guru di sekolah tersebut tak pernah padam.
Setiap hari, lagu-lagu perjuangan yang membangkitkan semangat dilantunkan. Mereka pun menuliskan tekad, semangat, dan mimpi mereka menjadi siswa terbaik di dinding sekolah.
Tak jauh dari tempelan mimpi itu, terlihat sejumlah foto tokoh pahlawan nasional yang berdekatan dengan foto presiden dan wakil presiden, Jokowi-Jusuf Kalla.