Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polres Semarang Gagalkan Peredaran 700 Liter Tuak Khas Medan

Kompas.com - 03/05/2018, 19:22 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

UNGARAN, KOMPAS.com - Sebanyak 700 liter tuak khas Medan dalam kemasan puluhan jerigen diamankan oleh jajaran Polres Semarang dari sebuah mobil pick up di daerah Sumowono, Kabupaten Semarang akhir April lalu.

Produsen sekaligus distributor tuak medan tersebut adalah Ramot Simangunsong (42) bin Abner Simangunsong, warga Ambarawa. Rencananya ratusan liter tuak tersebut akan diedarkan di daerah Ugaeran dan sekitarnya.

Waka Polres Semarang Kompol Cahyo Widyatmoko mengatakan, banyaknya kasus minuman keras (miras) oplosan yang merenggut korban jiwa diberbagai daerah membuat jajarannya waspada.

Terungkapnya peredaran tuak Medan ini, tidak lain menjawab keresahan masyarakat yang melaporkan maraknya peredaran miras berbahan nira aren ini di berbagai wilayah.

Baca juga : Polres Nias Ungkap Penyelundupan 1,5 Ton BBM dan Tuak Lokal

"Hari Senin tanggal 23 April 2018 sekira pukul 09.15 WIB, petugas kami melaksanakan patroli di tempat yang diduga adanya pengambilan minyak aren yang dicampur dengan kulit kayu Raru," kata Cahyo dalam gelar perkara, Kamis (3/5/2018) siang.

Dari hasil patroli itu, petugas menghentikan 1 buah kendaraan pick warna hitam nopol H 1761 UI yang sedang mengangkut minuman jenis tuak sejumlah 35 jerigen.

Setelah menghentikan mobil pikap yang dikemudikan oleh pelaku sendiri, polisi meminta pria kelahiran Medan, 21 September 1976 ini menunjukkan rumahnya di Kelurahan Tambakboyo, Ambarawa. Di rumah pelaku ini polisi menemukan beberapa karung kulit kayu Raru.

"Kulit Raru itu yang dipergunakan untuk mencampur Aren sehingga menurut pengakuan yang bersangkutan mampu memunculkan efek yang dapat membuat seseorang untuk mabuk," jelasnya.

Baca juga : Anggota Jemaah Calon Haji Kedapatan Bawa Tuak di Bandara Makassar

Berdasarkan pengakuan tersangka, wilayah edar tuak khas medan ini meliputi wilayah Kabupaten Semarang, Salatiga, Kota Semarang dan Kabupaten Kendal.

Cahyo menambahkan, pasal yang dilanggar okeh pelaku adalah Pasal 43 ayat 3 juncto pasal 26 Peraturan Daerah Kabupaten Semarang nomor 9 tahun 2013 tentang pengawasan dan pengendalian minuman keras beralkohol.

Pelaku bisa dipidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak Rp 50 juta.

"Yang bersangkutan mengaku baru tiga bulan mengedarkan minuman ini," tuntasnya.

Ramuan Nenek Moyang

Sementara itu tersangka Ramot dihadapan petugas mengelak disebut sebagai produsen dan pengedar minuman keras. Pasalnya minuman yang berbahan baku nira aren dicampur dengan kulit pohon raru ini adalah minuman tradisional yang telah diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyangnya.

"Hanya untuk menghangatkan badan, nggak ada alkoholnya. Inikan dari nenek moyang kita juga sudah ada, dari dulu sudah ini di Sumatera sudah tradisi," kata Ramot.

Baca juga : Larang Warga Minum Tuak, Safrizal Babak Belur Dikeroyok

Ramot mengungkapkan, kayu Raru yang menjadi campuran dalam pembuatan tuak ini ia dapatkan lansung dari Medan. Untuk memproduksi tuak ini, pihaknya bekerja sama dengan para petani pengrajin gula aren di Sumowono.

Proses pembuatan tuak medan ini kata Ramot membutuhkan waktu satu malam, sejak proses penderesan. Potongan-potongan kulit kayu Raru ini sengaja diletakkan di dalam bumbung (bambu) yang menampung air nira agar terjadi proses fermentasi yang sempurna.

"Tuak dengan campuran kayu Raru ini akan membikin efek lebih pusing," tuntasnya.

Kompas TV Akibat minuman hasil produksinya, sebanyak 40 orang tewas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com