BENGKULU, KOMPAS.COM - Mulut A Rozak, tokoh adat (Kutei) Masyarakat Adat Rejang Kayu Manis, Desa Kayu Manis, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, komat-kamit.
Ia memanjatkan doa kepada Tuhan. Selepas merapal doa, ia melanjutkan rapalan berbahasa Suku Rejang, Senin (30/4/2018).
Rapalan berbahasa rejang itu intinya berisikan doa pada Tuhan pencipta semesta dan ruh leluhur. Usai merapal doa, ia mengiriskan pisau kecil di tangannya pada secuil kemenyan.
Serpihan kemenyan jatuh dalam mangkuk berisi bara. Saat kemenyan jatuh mengenai bara api, asap mengepul tebal.
Aroma kemenyan menambah suasan semakin penuh dengan spiritualitas.
Baca juga : Sebanyak 1 Juta Masyarakat Adat Terancam Tidak Dapat Hak Pilih
A Rozak bersuara keras semoga Tuhan melindungi dan memenuhi keinginan masyarakat adat Suku Rejang Kayu Manis agar pemerintah mengesahkan Rancangan Undang-undang Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Adat (RUUPPMA).
Terdapat hidangan nasi kuning, ayam panggang, pisang, dan kue-kue di sekeliling A Rozak. Ini merupakan ritual kedurei.
Kedurei adalah salah satu ritual adat Suku Rejang yang sakral. Tujuannya, untuk mewujudkan rasa syukur atas karunia yang maha kuasa, juga memohon permintaan (doa).
Ritual berjalan sederhana. Singkat, diakhiri makan bersama. Nasi kuning, ayam panggang, dan pisang dibagi rata pada peserta kedurei lalu makan sederhana.
Kegiatan itu sangat bersahaja, terlebih didukung suasana hutan yang membisu.
"Kedurei biasanya dilakukan oleh suku rejang untuk mengungkapkan syukur dan meminta pada Tuhan. Saat ini kami meminta agar Tuhan menggerakkan hati pemerintah segera mengesahkan RUU PPMA," ujar Rozak.
Baca juga : AMAN Sebut Empat Pasal RKUHP Tak Berpihak kepada Masyarakat Adat
Khairul Amin mewakili masyarakat menyebutkan, saat ini jutaan masyarakat adat di nusantara menantikan pengesahan RUUPMA. Pengakuan dan perlindungan masyarakat adat merupakan salah satu janji Presiden Joko Widodo dalam Nawacita.
"Jutaan masyarakat adat tidak diakui keberadaannya di Indonesia, sehingga mereka tergusur dari wilayah adatnya," tuturnya.
"Mereka berkebun serta hidup sejak ratusan tahun di sebuah wilayah. Namun karena kebijakan negara yang belum mengakui keberadaannya, mereka harus digusur atau dipindahkan," jelas Khairul.
RUUPMA diharapkan mampu memberikan jaminan dari negara agar masyarakat adat di seluruh nusantara mendapatkan kepastian hak dan status.