Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Kenduri di Gereja Katolik Wates, Perwakilan Semua Agama Hadir Ucapkan Syukur

Kompas.com - 26/04/2018, 10:35 WIB
Dani Julius Zebua,
Erwin Hutapea

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com - Kenduri merupakan tradisi lama yang hidup di dalam masyarakat Jawa. Dalam tradisi itu, mereka mengucap syukur, selamatan, hingga memanjatkan pengharapan secara bersama demi masa depan yang baik.

Ratusan orang dengan latar belakang agama yang berbeda hadir pada kenduri yang dilaksanakan dalam rangka hari ulang tahun (HUT) ke-82 Gereja Katolik Bunda Maria Penasihat Baik di Wates, Kulon Progo, Yogyakarta.

Ada banyak warga dari kelompok Islam, Kristen, Buddha, dan Hindu. Bahkan ada juga dari penghayat kepercayaan.

Sebagaimana kenduri pada umumnya, mereka yang hadir bergantian memanjat doa ucapan syukur atas perjalanan panjang hidup dan berkat maupun rezeki yang berlimpah.

Pelaksanaan kenduri pada HUT Gereja Katolik Wates ini sedikit berbeda lantaran doa ucapan syukur juga dipanjatkan orang-orang dari masing-masing agama tersebut.

Mereka sekaligus mengucap syukur atas kerukunan antar-umat beragama di Wates. Hening tercipta saat tiap perwakilan agama dan penghayat kepercayaan memanjatkan doa.

“Ini wujud serawung atau bergaul dengan masyarakat demi membangun peradaban kasih di masa depan,” kata Nugroho Agung, Pastor Paroki Gereja Katolik Wates, Rabu (25/4/2018).

Gereja Katolik, ucap Agung, telah lama menyelenggarakan kenduri ini.

Baca juga: Berita Foto: Tradisi Kenduri Sendang Sinongko Klaten yang Unik

Semua gereja juga melakukan hal serupa, ujar Agung. Selain mengucap syukur, tujuannya lain yaitu semakin tercipta kerukunan antar-warga dengan latar berbeda, penuh dengan kasih, sejahtera, beriman, dan bermartabat.

Kenduri dipilih karena sekaligus untuk mempertahankan tradisi di kalangan masyarakat Kulon Progo yang gemar menonjolkan budaya.

Tradisi dan kebudayaan itu mesti dipertahankan di berbagai aspek kehidupan warga di tengah kemajuan dan tantangan di Kulon Progo.

Wakil Bupati Kulon Progo Sutedjo mengatakan, kearifan dalam masyarakat ini merupakan identitas.

Tradisi seperti ini tetap selalu baik dilakukan, termasuk dalam kehidupan gereja dan kehidupan kerukunan antar-masyarakat.

“Ini bisa jadi identitas komunitas dalam masyarakat di kabupaten kita, sekaligus memperkuat keistimewaan Yogyakarta,” kata Sutedjo.

Baca juga: Mentokke, Kenduri dengan Lontong usai Shalat Id di Pesisir Jawa

Sajian menu khusus

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com