Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

100 Hari Mencari Harimau Bonita, Masih Misterius (1)

Kompas.com - 13/04/2018, 09:03 WIB
Citra Indriani,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

PEKANBARU, KOMPAS.com - Hari ini, Jumat (13/4/2018), genap sudah 100 hari pencarian harimau Sumatera yang diberi nama "Bonita" dilakukan oleh petugas gabungan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, TNI, Polri, organisasi World Wildlife Fund (WWF), dan tim medis.

Harimau Bonita dicari-cari karena telah menewaskan dua pekerja di Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.

Sejak pertama kali menerkam seorang pekerja perkebunan sawit bernama Jumiati di Desa Tanjung Simpang, 3 Januari lalu, harimau Bonita diburu oleh petugas BBKSDA Riau.

BBKSDA membentuk tim gabungan untuk ditempatkan di tiga posko yang berbeda di sekitar kawasan PT THIP. Langkah awal yang dilakukan petugas dengan memasang 12 boks serta 15 kamera trap untuk memantau pergerakan harimau bonita.

(Baca juga: Harimau Bonita yang Misterius, Bangun Lagi Setelah Ditembak hingga Peluru Petugas yang Terus Mental)

Dari hasil rekaman kamera trap tersebut, sering terlihat aktivitas harimau Bonita di sekitar perkebunan sawit serta di area hutan perusahaan atau greenbelt. Namun dia tak kunjung masuk dalam perangkap yang dipasang oleh petugas.

Selain harimau Bonita, harimau Sumatera lain juga pernah terekam oleh kamera trap petugas.

Namun penampakan harimau lain yang diberi nama Boni itu tidak sama dengan aktivitas Bonita. Harimau Bonita terpantau lebih sering berada di lokasi yang berdekatan dengan permukiman warga.

Tingkah laku tak wajar

Kepala BBKSDA Riau, Suharyono, mengatakan, setelah beberapa kali berjumpa dengan harimau Bonita, petugas menilai bahwa tingkah lakunya tidak wajar.

Harimau yang diprediksi berusia 4-6 tahun ini lebih suka mendekati tempat keramaian, seperti perkampungan warga di dusun sinar danau dan juga perkebunan sawit di Desa Tanjung Simpang.

Perubahan tingkah laku Bonita ini disebut sangat jarang sekali terjadi pada harimau sewajarnya. Oleh karena itu, mereka berupaya menangkap harimau Bonita dalam kondisi hidup.

"Hal ini bertujuan agar dapat memastikan penyebab dari perubahan tingkah lakunya (Bonita)," kata Suharyono.

(Baca juga: Doakan Harimau Bonita, Warga Gelar Ritual "Sema Kampung")

Dua bulan perburuan tak kunjung membuahkan hasil, saat petugas masih berupaya menangkapnya dari kawasan konflik harimau Sumatera dengan manusia, harimau Bonita kembali menerkam seorang pekerja bangunan sarang burung walet bernama Yusri Efendi di Dusun Sinar Danau, 10 Maret lalu.

Kejadian ini sempat membuat warga semakin marah, bahkan ratusan warga Pulau Muda, Kabupaten Pelalawan, berjanji akan segera membunuhnya jika harimau Bonita tertangkap.

Bangun lagi hingga peluru mental

Jatuhnya korban kedua membuat pemerintah kabupaten, BBKSDA, TNI, Polri, tim medis dan masyarakat langsung melakukan rapat untuk mencari solusi dalam penanganan serta penangkapan harimau Bonita.

"Warga meminta kepada tim gabungan menangkap dan mengevakuasi Bonita dalam satu minggu," ungkap Suharyono.

Saat itu, kekuatan petugas ditambah, terutama dari tim medis, supaya bonita dapat segera ditangkap BBKDSA Riau, melakukan langkah terakhir dengan upaya penembakan bius.

Hingga pada 23 Maret lalu, petugas gabungan berhasil menembak bius harimau bonita yang mengenai kaki kanannya. Bonita rebah.

Namun, petugas belum bisa melakukan evakuasi karena kondisi gelap dan Bonita masih sempat bergerak sehingga sangat berisiko bagi keamanan petugas. Berselang 3 jam, tak disangka, harimau Bonita kembali berdiri dan masuk ke dalam semak,.

"Petugas saat itu kembali kehilangan jejak Bonita," tutur Suharyono.

(Bersambung ke halaman 2: Komunikator satwa asal Kanada diundang)

 

 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com