Indonesia Indicator pun mencatat, terdapat 50.905 percakapan di twitter yang ditujukan pada Khofifah sepanjang sebulan terakhir. Sebanyak 63 persen akun manusia (1.767) dan 36,4 persen akun mesin (1.012).
Sentimen negatif sebanyak 5,5 persen, positif 49,6 persen dan netral 44,9 persen.
Sementara itu, terdapat 15.907 percakapan di Twitter yang ditujukan pada Saifullah-Puti sebulan terakhir. Sebanyak 72,9 persen akun manusia (2.149) dan 27,1 persen akun mesin (797). Sentimen negatif 3,8 persen, positif 66,2 persen, dan netral 30 persen.
Sisi lain yang menarik, sambung Rustika, Saifullah-Puti lebih banyak dibicarakan kaum pria 53,4 persen, sementara Khofifah-Emil lebih banyak dibicarakan kaum perempuan sebanyak 53,4 persen.
Generasi milenial yang menjadi sasaran kedua paslon tampaknya masih belum berhasil diraih di Twitter.
Kedua kandidat, lanjut Rustika, lebih banyak dipercakapkan oleh netizen yang berusia di atas 35 tahun. Khofifah-Emil direspons sebanyak 65,8 persen usia di atas 35, sementara Saifullah-Puti sebanyak 60,3 persen.
Menurut Rustika, karakter Jatim mengedepankan kampanye yang lebih positif dan santun serta fokus pada kelompoknya sendiri terlihat dalam jejaring percakapan di Facebook.
Di Facebook, tidak terdapat adanya ujaran kebencian yang masif. Masing-masing paslon punya kedekatan dengan ulama atau agama.
Di FB, postingan dan komentar Khofifah-Emil mencapai 4.017 relasi percakapan atau lebih banyak dibanding Saifulah-Puti yang hanya 2.113 relasi percakapan.
Meskipun sempat ada isu mengenai teror pembunuhan yang ditujukan pada Khofifah, namun isu itu tenggelam dibanding kegairahan para netizen dalam harapan dan percakapan yang positif terhadap Pilgub Jatim.
"Terdapat dua kelompok besar yang masing-masing fokus pada salah satu pendukung. Ada kelompok tengah yang rata-rata dijembatani oleh akun media. Pembahasan mengarah kepada dukungan untuk masing-masing paslon tanpa menunjukkan ketidaksukaan pada paslon lawan," tutur Rustika.
Indonesia Indicator juga mencatat, tidak ada penyerangan antarpendukung paslon melalui media sosial.
"Di satu sisi, hal ini menarik karena mampu menurunkan tegangan antarpaslon yang mungkin terjadi. Namun, kedua paslon seolah hanya berkampanye untuk kelompoknya sendiri, dan PR-nya adalah bagaimana mereka harus mampu memengaruhi kelompok silent majority atau yang belum menentukan pilihan," ungkap Rustika.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanKunjungi kanal-kanal Sonora.id
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.