Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seorang Napi Ungkap Sindikat Kejahatan di Lapas Jelekong

Kompas.com - 12/04/2018, 07:48 WIB
Agie Permadi,
Reni Susanti

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Salah satu narapidana Lapas Jelekong, Kabupaten Bandung, berinisial T (nama samaran), menceritakan pengalamannya. Ia dipaksa memeras oleh kepala kamar (ketua RW) yang juga napi di lapas tersebut. 

Saat ini T dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Lantaran ia bersedia bekerjasama untuk mengungkap kasus pemerasan yang dilakukan para napi di dalam Lapas Jelekong.

Di balik sebo yang menutupi mukanya, T menceritakan pengalaman pahitnya yang terpaksa memeras. Sebab ia tak memiliki pilihan lain, jika tidak ia dianiaya napi lainnya.

T masuk ke Lapas Jelekong sebagai tahanan pada akhir 2017. Saat masuk, pria tambun ini ditempatkan di bagian karantina.

"Di situ saya masuk di bagian karantina. Saya ditarik oleh kepala kamar kemudian didrop di kamar lima," katanya di Mapolrestabes Bandung, Jalan Jawa, Kota Bandung, Rabu (11/4/2018).

(Baca juga : 3 Napi Ini Bisa Bermain Medsos di Penjara dan Peras 89 Wanita )

Di kamar tersebut, ia diajari bagaimana melakukan pemerasan melalui media sosial. Sasarannya adalah korban wanita berusia 25-56 tahun. Ia berkenalan hingga intens berhubungan via chat di media sosial maupun pesan singkat.

Para korban biasanya dijanjikan akan dinikahi dan diminta untuk melakukan telepon seks hingga video call tanpa busana. Video ini kemudian direkam dan menjadi alat untuk memeras uang korban dengan ancaman akan menyebarkannya.

Memeras atau Dipukuli

T mengaku tak memiliki pilihan lain selain mengerjakan pekerjaan tersebut. Sebab jika tak melakukannya, T akan mendapat hukuman dari kepala kamar. 

"Jika kita tak melakukannya, konsekuensinya bisa dipukuli atau dimassa di situ, dan di Lapas kebanyakan dari narapidana tahanan dan lainnya, dan di sini (di Lapas) kita tidak punya pilihan lain selain kita melakukan pekerjaan seperti itu (pemerasan melalui medsos)," kata T.

T mulai memeras korban awal 2018, hingga akhirnya tertangkap pada Maret 2018 oleh Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung. 

Menurut T, tak hanya dirinya yang belajar memeras. Sebagian besar napi di Lapas Jelekong belajar memeras. 

"Untuk pelaku kebanyakan dari warga binaan, kira-kira seribu lebih semua belajar seperti itu," ujarnya. 

"Hampir 95%, atau sekitar 1.200 napi (yang memeras)," ujarnya.

(Baca juga : Korban Pemerasan 3 Napi dengan Modus Sebar Video Bugil Diduga Ribuan Orang )

Ia menjelaskan, Lapas Jelekong memiliki 4 blok dan satu kamar karantina. Dalam satu blok tahanan, terdapat sekitar 16 kamar yang diisi 13 orang per kamar. 

"Satu kamarnya ada 13 orang. Kita kurangi tiga orang, satu kepala kamar, satu admin, dan tukang bersih kamar. Taruhlah satu kamar kita hitung 10 orang pekerja dikali 16 kamar jadi 160 orang untuk satu blok. Di situ ada 4 blok dan satu blok karantina," jelasnya.

Terorganisir

Setiap napi yang melakukan modus pemerasan tersebut ditargetkan kepala kamar sebesar Rp 10 juta perminggu. Nantinya uang tersebut akan disetorkan kepada kepala kamar. 

"(Uangnya) dikumpulin dulu ke kepala kamar. Untuk bukti pengiriman atau resis struk, di kirim via WA ke kepala kamar. Setelah itu dari kepala kamar diterima bagian administrasinya yang juga napi," jelasnya. 

Uang yang ditransfer korban ke rekening pelaku nantinya akan ditarik tunai. Penarikan itu pun dibantu orang luar lapas.

"Uang kita alihkan dari tarik tunai dari orang luar ada. Setelah tarik tunai, uang itu masuk kembali ke lapas," tuturnya.

Entah bagaimana uang tersebut dapat masuk kembali ke Lapas, T tidak menjelaskannya dengan rinci. Namun alur tersebut memunculkan dugaan sindikat kejahatan yang terorganisir di dalam Lapas Jelekong yang dijalankan oleh para narapidananya.

"Di sini (Lapas Jelekong) ada tingkatan kepengurusuan di lapas setiap blok," jelasnya.

(Baca juga : Usai Kuras Uang Korban dengan Modus Sebar Video Bugil, Napi Hapus Akun Medsosnya )

Uang hasil pemerasan tersebut nantinya untuk menggaji para napi yang melakukan pekerjaan pemerasan itu. "Di sini sistemnya ada gaji, kita dapat gaji perminggu paling banyak 500-800 ribu," jelasnya.

Adapun jam operasional pekerjaan pemerasan yang dilakukan para napi di Lapas Jelekong itu dimulai dari pukul 07.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB.

T mengaku setiap minggunya bisa mendapatkan Rp 40 juta dari pekerjaanya memeras para wanita kesepian yang menjadi korbannya itu.

"Kalau per orang biasanya paling minim Rp 20 juta per minggu. Kalau saya Rp 40 juta per minggu," katanya.

Ketika disinggung bagaimana T dapat mengumpulkan uang sebesar itu dalam waktu seminggu. "Kalo satu korban tak mencukupi langsung dua. Seminggu dua sampai tiga orang (korban)," akunya.

Dugaan Keterlibatan Petugas

T menduga untuk pekerjaan sebesar itu ada keterlibatan petugas. Salah satu hal yang mendasari kecurigaannya adalah telepon seluler yang bisa masuk dengan bebasnya ke dalam Lapas. Ponsel itu digunakan untuk memeras korban.

"HP sudah difasilitasi oleh kepala kamar, alur masuk HP kita kerja sama dengan petugas lapas," imbuhnya yang meyakini ada uang masuk kepada petugas lapas. 

Kepala Satuan Reserse Kriminal, AKBP Yoris M mengatakan, pihaknya akan bekerjasama dengan beberapa pihak untuk melakukan pendalaman dan penyelidikan.

"Saya rasa penyidikan ini belum selesai sampai di sini. Kita juga akan kerja sama dengan Kakanwil dan jajaran lapas," pungkasnya. 

Kompas TV Selain terancam tak punya hak pilih, para napi bahkan tidak tahu siapa yang akan bertarung dalam Pilgub Sumatera Utara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com