Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengais Berkah dari Menumpuknya Sampah

Kompas.com - 10/04/2018, 11:27 WIB
M Agus Fauzul Hakim,
Reni Susanti

Tim Redaksi

KEDIRI, KOMPAS.com - Sampah di mana pun menjadi masalah. Ironisnya, banyak yang hanya berkoar lantang saling menyalahkan. Hanya sedikit yang menyingsingkan lengan mengambil peran mengatasinya.

Langkah terakhir itulah yang dilakukan sekelompok masyarakat yang ada di Kelurahan Pojok, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur. Mereka mendirikan bank sampah dengan nama Sri Wilis di Perum Wilis II G13.

Mereka menginisiasi bank sampah sebagai wadah mengatasi masalah persampahan, dan berhasil mendayagunakannya. Setidaknya dengan pengelolaan sampah itu, banyak manfaat yang kini mereka nikmati.

Bank sampah itu berdiri 2012 lalu. Awalnya hanya diikuti 21 anggota. Namun kini jumlahnya semakin meningkat mencapai 448 orang, seiring dengan tumbuhnya kesadaran warga sekitar akan manfaat yang dihasilkan. 

(Baca juga : Agar 50 Persen Sampah Didaur Ulang, Jaktim Luncurkan Bank Sampah Induk )

Secara umum, operasional bank sampah, menerima kiriman sampah dari warga sekitar lalu dijual kembali kepada pengepul. Bank sampah buka seminggu sekali yaitu hari Sabtu mulai pukul 08.00 WIB hingga pukul 11.00 WIB.

Untuk mempermudah administrasi, setiap anggota dibekali buku saku. Buku tersebut untuk mencatat sirkulasi ataupun transaksi sampah. 

Dari kegiatan sederhana ini, perputaran uang mencapai Rp 1 miliar sejak masa berdirinya. "Kalau saldo saat ini sekitar Rp 200 juta," ujar Ninuk Setiowati, pengelola bank sampah Sri Wilis, Sabtu (6/4/2018).

Anggota bank sampah tidak hanya warga sekitar. Beberapa lembaga seperti sekolah, ikut terlibat. Ini yang membuat stok sampah di bank ini terus melimpah.

Semakin banyak stok, semakin tinggi sirkulasi keuangan. Bahkan sebulan mencapai 1,6 ton sampah yang dapat dikumpulkan.

(Baca juga : Kunci Diserahkan, Joni-Isa Akan Tempati Bedeng di Bank Sampah Pekojan )

Setiap kali jadwal operasi, maka akan banyak anggota bank sampah yang datang berbondong-bondong dengan membawa sampah atau barang bekas. Sampah-sampah itu umumnya limbah dari aktivitas rutin mereka setiap hari. Terutama berupa plastik, kertas, hingga logam.

"Kini anak-anak beli minuman ringan, botol, wadahnya tidak dibuang tapi disimpan dan dikumpulkan," ujar Vita Dwi Ernaning, salah satu anggota bank sampah mengenai perubahan perilaku keluarganya.

Pengembangan Bank Sampah

Bank sampah itu juga memberlakukan program simpan pinjam sebagai pengembangannya. Simpan berarti uang hasil penjualan barang bekas itu disimpan dahulu baru diambil jika ada kebutuhan.

Menyimpan di tempat ini juga cukup menguntungkan. Setiap anggota yang mempunyai tabungan, setiap bulannya ada jasa 1 persen. Artinya jumlah tabungannya akan bertambah 1 persen setiap bulannya.

Meski demikian, ada syarat dan ketentuan yang diberlakukan untuk mendapatkan jasa menabung sebesar 1 persen. Yaitu cukup membantu daya konsistensi keberlangsungan bank sampah.

"Syaratnya, penabung harus rajin menimbang (kirim sampah). Kalau tidak rajin ya tidak dapat jasa, hanya dapat tabungan pokok saja," ujar Ninuk.

Ninuk menambahkan, hasil uang sampah cukup beragam. Dari data yang ada, beberapa anggota menggunakan uang hasil sampah itu untuk tambahan modal usaha hingga tambahan biaya pergi haji.

"Untuk bayar listrik juga bisa karena kebetulan kami bekerjasama dengan PLN," imbuhnya.

Sedangkan fasilitas pinjam, bisa dinikmati anggotanya. Untuk peminjaman, ada bunga 5 persen yang dibebankan kepada peminjam dan dibayar di depan dengan cara dipotong saat pencairan peminjaman.

Misalnya pinjam Rp 1 juta, maka uang yang diterima peminjam akan dipotong Rp 50.000 dan selanjutnya peminjam tinggal membayar angsuran pokoknya saja setiap bulannya.

Nilai Lebih Bank Sampah

Keberadaan bank sampah, tidak hanya bagus untuk kesehatan maupun kelestarian lingkungan. Secara materi, juga cukup membantu para anggotanya.

Menurut Vita Dwi Ernaning, salah seorang anggota bank sampah mengatakan, bank sampah cukup membawa perubahan dengan terdorongya kesadaran warga akan sampah. Saat ini keluarganya semakin peduli jika ada sampah.

"Di rumah, saya buatkan tempat khusus agar kalau penuh bisa langsung dibawa ke bank sampah," ungkapnya.

Kusumawati, anggota lainnya, mengakui hal yang sama. Bank sampah ini memudahkan dia jika ada keperluan mendadak soal keuangan.

"Anak anak misalnya butuh beli buku, ya ngambilnya dari sini," ujarnya.

(Baca juga : 6 Bulan Beroperasi, Omzet Bank Sampah di Jakbar Mencapai Rp 200 Juta )

Setiap anggota dalam setiap penjualan sampah mendapat hasil yang beragam. Semua bergantung pada jumlah barang bekas yang dibawanya. Semakin banyak sampah tentu semakin banyak uangnya.

"Kadang saya dapat uang Rp 5.000, kadang Rp 10.000. Gak apa-apa sedikit demi sedikit tapi nanti juga banyak sendiri. Yang paling penting adalah edukasi ke anak-anak untuk peduli dengan sampah," ujar Kusumawati.

Pokmas ini juga kerap diundang untuk menularkan ilmunya. Bahkan mereka kerap menggelar kegiatan sosial, seperti menyantuni anak yatim piatu, sunatan masal, hingga beasiswa.

Pada waktu-waktu tertentu juga ada pelatihan pengolahan sampah menjadi benda berdaya guna. Misalnya menjadi beberapa kerajinan tangan yang ada fungsinya seperti tas hingga aneka benda penghias rumah.

Mengubah Pola Pikir

Ninuk menuturkan, membangun bank sampah bukanlah perkara mudah. Sebab, tidak semua orang mempunyai kesadaran sampah. Dia pun perang batin dengan dirinya sendiri untuk bisa mengatasi pikiran bahwa sampah tidak menjijikkan. Begitu juga dengan keluarganya.

Orang-orang di sekitarnya, awalnya juga demikian. Namun setelah merasakan hasilnya, banyak warga yang sukarela turut serta. Salah satu dampak positifnya, menghentikan ketergantungan kepada rentenir.

"Hal lain yang cukup membuat saya bangga adalah, bank sampah ini mampu merubah ketergantungan warga dari rentenir," ujar Ninuk.

Tantangan lainnya adalah konsistensi program. Dibutuhkan semangat dan kreativitas untuk menjaga roda bank sampah terus berjalan. Konsistensi ini dipandang lebih susah dari pada mendirikan.

Ninuk menuturkan, pengurus bank sampah menyadari kesulitan itu. Beberapa hal yang dilakukan adalah dengan senantiasa menjaga hubungan baik dengan anggota maupun lingkungannya melalui kegiatan-kegiatan sosial.

Kreativitas lain misalnya, memberikan insentif kepada anggota yang paling rajin. Insentif itu biasanya hadiah langsung berupa uang tunai sebesar Rp 25.000. Meski tidak terlalu besar jumlahnya, tetapi cukup untuk membuat anggota semangat.

"Ada juga misalnya anggota yang rumahnya cukup jauh, datang ke sini naik sepeda angin. Nilai sampahnya hanya Rp 2.000, tapi saya kasih Rp 5.000 untuk anaknya yang ikut ke sini," tutur Ninuk. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com