Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lakkang, Pulau Tersembunyi di Makassar dengan Bungker Berusia Puluhan Tahun

Kompas.com - 06/04/2018, 07:00 WIB
Hendra Cipto,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

MAKASSAR, KOMPAS.com - Sebuah pulau kecil terdapat di tengah Kota Makassar, tepatnya di Kecamatan Tallo, seperti tersembunyi dari pandangan umum. Pulau Lakkang, namanya, memiliki cerita tersendiri sejak sejarah penjajahan Belanda hingga kini.

Pulau Lakkang yang memiliki luas sekitar 300 hektar ini diapit oleh tiga sungai, yakni Sungai Tallo, Sungai Pampang, dan Sungai Universitas Hasanuddin (Unhas).

Ketiga sungai ini membuat Pulau Lakkang terkesan tak terlihat dan jarang diketahui oleh masyarakat umum Kota Makassar.

Untuk sampai di Pulau Lakkang, pengunjung bisa memilih memulai perjalanan di beberapa dermaga, yaitu dermaga belakang kampus Unhas, dermaga samping Tol IR Sutami, dermaga di Kelurahan Pampang dan dermaga di Kelurahan Tallo.

Pengunjung bisa menumpang perahu yang dapat memuat sekitar 20 orang dan 5 unit motor. Tarifnya pun terbilang murah dengan harga Rp 3.000 per kepala dan tarif angkut motor Rp 5.000.

Lama tempuh perjalanan adalah 15 menit-30 menit menelusuri sungai besar dengan hutan-hutan bakau dan nipa-nipa.

Setibanya di Pulau Lakkang yang sudah dinyatakan sebagai kelurahan di Kecamatan Tallo ini,  pengunjung disambut rumah asli penduduk berbentuk rumah panggung. Pulau ini berpenduduk sekitar 300 kepala keluarga.

Warga setempat juga sangat ramah dengan para pendatang.

Saat ditanyakan lokasi bungker peninggalan Jepang, warga langsung menunjukkan suatu tempat yang terletak di tengah pulau. Suasananya adalah hutan pohon bambu.

bungker peninggalan Jepang itu pun tak terawat. Bagian atasnya terdapat banyak tumpukan sampah. Tak ada pagar mengelilingi lokasi bungker, tak ada pula papan bicara sebagai situs sejarah.

Saat ditanyakan lokasi bungker lain, ternyata diketahui ada beberapa buah bungker besar yang tidak terawat dan bahkan sudah rusak.

Ada bungker besar yang berada di samping rumah penduduk yang di atasnya dipenuhi gundukan sampah, ada pula bungker yang berada di belakang rumah warga yang sempat dijadikan tempat pembuangan tinja (septictank).

Beberapa bungker yang sempat dikunjungi pun sudah dalam keadaan rusak karena sebagian warga mengaku sengaja ditutup atau ditimbun agar tidak berbahaya bagi anak-anak di Pulau Lakkang.

Berusia puluhan tahun

Seorang kakek bernama Haji Dorahi (56) mengungkapkan, bungker tersebut telah ada sejak dia masih kecil. Saat itu, menurut dia, Jepang membuat bungker tersebut sebagai tempat persembunyian bersama warga Lakkang dari gempuran tentara penjajah Belanda dari udara.

"Waktu kecil, biasa saya bersama warga Pulau Lakkang dibawa masuk ke dalam bungker itu oleh Jepang untuk bersembunyi. Ada banyak bungker besar di sini yang katanya saling menyambung," ungkapnya.

Saat ditanya berapa jumlah bungker di Pulau Lakkang, Haji Dohari mengaku tidak mengetahui pasti. Namun dia menuturkan, ada sebagian bungker yang sudah ditutup oleh warga karena takut dijadikan tempat bersarang ular besar.

"Masih ada yang belum ditutup dan ada juga yang sudah ditutup atau ditimbun warga. Karena takut anak-anak mereka masuk ke dalam bungker bermain dan tidak diketahui apa yang ada di dalamnya. Jangan sampai ada ular besar di dalam bungker bersarang," ungkapnya.

Hal senada disampaikan Daeng Mariati (60). bungker peninggalan Jepang tidak terawat karena masyarakat Pulau Lakkang sebagian besar tidak mengetahuinya. Menurut dia, ada sebagian warga yang menjadikannya sebagai septictank dan ada pula yang menjadikannya sebagai tempat pembuangan sampah.

"Masyarakat di sini mana tahu itu apa yang dimaksud bungker. Jelas orang sini tahunya itu tempat persembunyian waktu zaman perang dulu. bungker itu dibuat oleh Jepang untuk tempat berlindung bersama warga. Warga tidak tahu kalau itu bungker situs sejarah yang dilindungi," tuturnya.

Tak terawat

Menurut Mariati, warga tidak tahu lantaran tak ada satu pun edukasi yang diberikan Pemerintah Provinsi Sulsel, Pemerintah Kota Makassar maupun Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala. Tak ada pula tanda atau pagar yang dipasang.

"Tidak ada yang pernah datang pemerintah meninjau itu bungker. Kami tahu itu bungker barang dilindungi setelah ada kunjungan TNI ke Pulau Lakkang. Pernah dipasangi pagar bambu, tapi sudah dirusak oleh ternak sapi warga," tuturnya.

Salah satu warga Pulau Lakkang, Rudiyanto Lallo, yang terpilih jadi anggota DPRD Kota Makassar menuturkan, sebelumnya pihak Lantamal VI Makassar datang membersihkan, mengeruk bungker tersebut.

Dia pun mengungkapkan bahwa warga sudah mengetahui soal keberadaan bungker.

"Sebenarnya warga sudah tahu soal keberadaan bungker itu dan tahu peninggalan bersejarah zaman Jepang. Karena saya saja sejak kecil main-main di situ. Hanya saja dulu belum massif. Nanti datang anggota Lantamal VI Makassar baru masif dilakukan pembersihan. Tapi itulah, meski tiap sudah dibersihkan tertimbun lagi karena terabaikan warga," ungkapnya.

Saat ditanya berapa jumlah bungker di kampung halamannya itu, Rudiyanto mengaku tidak mengetahui pasti jumlah detailnya. Dia pun berharap, pemerintah menjaga dan melestarikan bungker tersebut dan dijadikan salah satu situs sejarah dan cagar budaya yang bisa dikunjungi masyarakat.

"Hampir semua orang luar yang datang berkunjung ke Pulau Lakkang ingin menikmati kuliner seperti udang, kepiting, pasti bungker itu yang dikunjungi," tuturnya.

Rudiyanto mengaku, berkali-kali dirinya telah mengangkat pembahasan soal bungker di Pulau Lakkang. Namun baru tahun 2018 ini dia akan fokus membahas soal bungker bersama pihak pariwisata.

"Intinya memang pemerintah dan masyarakat setempat harus bersinergi karena contohnya sudah pernah ada pihak yang coba memagari bungker itu tapi rusak dan diabaikan oleh warga. Padahal kalau dirawat, keberadaan bungker itu bisa mendatangkan nilai ekonomis bagi warga," ungkapnya.

Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Walikota Makassar Syamsul Rizal yang dikonfirmasi mengatakan, dia pun baru mengetahui banyak bungker di Pulau Lakkang. Pihaknya pun telah meminta Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala untuk meneliti bungker tersebut.

"Saya sudah sampaikan ke Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala. Apakah itu bungker masuk dalam situs sejara atau cagar budaya belum saya tahu. Kita tunggu hasil dari penelitian. Jika masuk dalam situs sejarah atau cagar budaya, wajib kita lestarikan," tambahnya.

Konon menurut sejarah setempat, sebelum disebut Pulau Lakkang atau Kelurahan Lakkang, pulau di tengah Kota Makassar ini bernama Pulau Bonto Mallangere' pada abad ke-14. Bonto Mallangere' memiliki arti pendengaran yang tajam dan jeli. Pulau inilah dijadikan Jepang sebagai tempat persembunyian dari tentara Belanda.

Kisah itu pun melekat bahwa masyarakat di Pulau Lakkang dulunya memiliki kelebihan dengan mampu mendengar hingga berpuluh-puluh kilometer jauhnya. Seluruh penduduk pulau Lakkang mampu mendengar berbagai aktivitas yang berada kota Makassar. Bahkan mampu mendengar berbagai siasat perang untuk menyerang warga pulau.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com