Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Warga, Cacing Pita di Simalungun karena Kotoran Hewan dan Daun di Hutan

Kompas.com - 02/04/2018, 14:36 WIB
Kontributor Pematangsiantar, Tigor Munthe,
Erwin Hutapea

Tim Redaksi


SIMALUNGUN, KOMPAS.com - Saridin Purba (57), warga Nagori Dolok, Kecamatan Silau Kahean, Kabupaten Simalungun, mengatakan bahwa penyebab cacing pita yang melanda kampungnya belum tentu karena warga mengonsumsi hinasumba, makanan khas Simalungun.

"Penyebabnya menurut saya bukan itu, tetapi karena memijak kotoran hewan dan memakan daun-daunan di hutan," ujar Saridin.

Menurut Saridin, warga kerap memijak kotoran-kotoran hewan, seperti rusa atau babi, di seputar kampung. Sama halnya dengan dirinya.

Begitu juga saat sedang ke hutan, karena sedang lapar, warga bisa saja memakan daun-daun yang ada di dalam hutan.

Sedangkan dugaan penyebab penyakit cacing pita yang menyerang warga lantaran hinasumba, menurut Saridin, belum bisa dipastikan. Dia menyebutkan, bahan makanan hinasumba, seperti daging ayam, babi, dan kerbau, selalu dimasak warga sebelum dikonsumsi.

Baca juga: Cacing Pita Sepanjang 10,5 Meter Ditemukan di Simalungun

Saridin mengaku jarang memakan hinasumba, tetapi dia terkena penyakit cacing pita. Saridin merupakan sumber pertama bagi penelitian dokter Umar Zein sebelum kemudian melakukan pengobatan dan penelitian cacing pita di Nagori Dolok pada Oktober dan November 2017.

"Awalnya saya sengaja datang ke klinik dokter Umar di Medan. Saya mengeluhkan, tiap lima menit keluar semacam cacing bersama kotoran saya," kata Saridin.

Setelah dokter Umar memberikan obat cacing berbentuk pil bernama Yomesan yang kabarnya harus dibeli dari luar negeri, akhirnya Saridin sembuh.

"Awalnya saya harus pakai kacamata untuk membaca. Setelah makan obat itu, saya tak lagi pakai kacamata," ucapnya.

Saat terkena cacing pita, terang Saridin, dia mengalami sulit tidur, dubur selalu gatal, cacing keluar bersama kotoran setiap lima menit, mata kabur, badan lemas, selalu ingin makan, dan rambut kering.

Baca juga: Temuan Cacing Pita 10,5 Meter, Dinkes Simalungun Sebut Tidak Punya Obatnya

Saridin mengaku, saat dr Umar Zein meneliti warga di kampungnya pada Oktober dan November 2017, tak kurang 200-an orang terkena cacing pita. Saat itu ditemukan ada warga mengeluarkan cacing sepanjang 10,5 meter dan 8 meter.

Meski sudah ada pengobatan yang dilakukan tim dokter dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), diperkirakan masih ada warga di Nagori Dolok yang terkena penyakit cacing pita.

"Saya kira masih ada itu. Kemarin keluarga saya juga ada yang terkena. Obatnya katanya harus dari luar," tutur Saridin.

Menurut dia, sebenarnya obat Yomesan masih ada beredar pada tahun 1980-an di apotek. Dia pernah sebagai petugas pos pelayanan terpadu (posyandu) dan sering membawa obat tersebut karena di kampung mereka penyakit cacing pita sudah ada sejak lama.

"Saya kan pernah juga di BKKBN. Obat itu kami bawa untuk warga di posyandu. Tapi, sekarang obat tersebut tak ada lagi, harus diimpor dari luar negeri," bebernya.

Baca juga: Daging Babi Mentah Disebut Penyebab Cacing Pita, Ini Pendapat Budayawan Simalungun

Kompas TV Selain melaporkan kepada BB-POM, hasil temuan ini ditindaklanjuti dengan menarik semua produk ikan kalengan yang ditengarai mengandung cacing parasit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com