Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa NTT Terus Saja "Panen" Jenazah TKI dari Malaysia?

Kompas.com - 01/04/2018, 09:52 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

Penerapan hukum adat itu lanjut Jefry, harus ada kesepakatan antara pemerintah daerah TTS dan lembaga adat di setiap desa sehingga bisa dijalankan sanksi adat bagi warga yang bekerja ke luar negeri melalui jalur ilegal.

Studi Banding

Pemerintah sebut Jefry, juga harus segera membangun balai latihan kerja bagi warga TTS yang mau bekerja ke luar negeri, sehingga mereka bisa terampil dan berkualitas serta bisa bekerja dengan mandiri.

Dan hasil dari balai latihan kerja itu, para calon tenaga kerja akan memeroleh sertifikat.

"Kalau tidak kita terapkan hukum adat, nanti kita NTT, akan terus panen jenazah TKI dari Malaysia,"ucap Jefry kepada Kompas.com, Sabtu (31/3/2018).

Dihubungi secara terpisah Peneliti dari Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Elcid Li mengatakan, pemerintah harus melakukan studi banding dengan Timor Leste.

Timor Leste kata dia, adalah tetangga terdekat Indonesia, tapi warganya tidak menjadi korban perdagangan orang.

Baca juga : Dalam Tiga Bulan, 18 TKI Asal NTT Meninggal di Malaysia

Elcid menilai, ada kesalahan dalam mengelola negara di tingkat yang paling mendasar, yakni dalam melindungi warga negara.

Menurut Elcid, Timor Leste adalah negara baru, tapi mampu membuat sistem yang benar dalam melindungi warga negaranya terhadap kasus perdagangan orang.

"Apakah di Timor Leste mengalami hal yang sama seperti kita. Karena itu kita minta Presiden Jokowi untuk studi banding ke Timor Leste, guna melihat bagaimana caranya mengurus warganya, agar tidak menjadi korban perdagangan orang,"tegas Elcid yang sudah empat tahun meneliti tentang perdagangan orang.

Elcid menyebut, Presiden Jokowi dan stafnya seperti Kapolri dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, tidak mampu mendeteksi secara dini, jaringan perdagangan orang, yang menurutnya setara dengan jaringan teroris dan perdagangan narkoba.

"Kenapa tidak bisa temukan cara yang benar untuk mengatasi ini. Dengan maraknya kasus perdagangan orang, kenapa presiden tidak pernah mengeluarkan pernyataan darurat perdagangan orang,"imbuhnya.

Elcid pun berharap, ada jalan keluar dari pemerintah untuk menghilangkan perdagangan orang, khususnya di NTT.

Koordintor Pengembangan Inisiatif Advokasi Rakyat (PIAR) NTT, Paul Sinlaeloe mengatakan, NTT merupakan 'surganya' bagi para pelaku tindak pidana perdagangan orang karena di wilayah itu marak terjadi kasus perdagangan orang.

Menurut Paul, sejak Januari 2017 hingga saat ini, PIAR NTT telah mengadvokasi tujuh kasus tindak pidana perdagangan orang dengan korban sebanyak 189 orang. Dengan rincian perempuan sebanyak 122 orang dan laki-laki sebanyak 67 orang.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com